Semenanjung Arab diyakini tempat lahirnya rumpun semit, diyakini bahwa ditempat inilah permulaan kehidupan dimulai dari Adam dan keturunannya hingga kini. Semenanjung Arab menjadi tempat menetap orang – orang yang kemudian berimigrasi ke wilayah Bulan Sabit Subur, yang kelak dikenal dalam sejarah lahirnya bangsa Babilonia, Assiria, Phonesia, Arab dan Yahudi.
Di antara dua keturunan bangsa Semit yang masih bertahan saat ini, keturunan Arab jumlahnya lebih banyak ketimbang Yahudi. Arab melestarikan ciri khas fisik dan mental rumpun bangsa ini. bahasa mereka, meskipun termasuk yang termuda di antara rumpun bangsa semit dari sisi kesusastraannya, lebih banyak memuat keunikan bahasa asli Semit, termasuk iramanya. Karena itu bahasa Arab merupakan kunci penting untuk mempelajari bahasa – bahasa semit[1] lainnya.
Hingga abad ke 19 masyarakat dunia masih belum menyadari bahwa bangsa Assiria, Babilonia, Ibrani, Aramik, Arab dan Etiopia memiliki kesamaan yang menakjubkan dari sisi bahasa dan semuanya berasal dari satu rumpun bahasa yang sama.
Pada masing – masing bahasa itu akar kata kerjanya terdiri dari tiga konsonan; hanya mengenal dua petunjuk waktu, yaitu telah dan sedang (akan) dan perubahan kata kerjanya mengikuti pola yang sama.
Unsur – unsur kosakatanya termasuk kata ganti orang, kata benda yang menunjukkan hubungan keluarga, jumlah dan nama – nama anggota tubuh tertentu memiliki kemiripan.
Penyelidikan terhadap institusi sosial dan kepercayaan agama serta perbandingan fisik orang – orang yang berbicara dengan bahasa – bahasa itu juga memperlihatkan berbagai kemiripan yang mengesankan.
Dengan kata lain, manifestasi dari kesamaan karakter bangsa – bangsa ini leluhurnya (Assiria, Babilonia, Ibrani, Aramik, Arab dan Etiopia) sebelum berkembang menjadi beragam bangsa, pasti pernah hidup pada suatu masa di tempat tertentu sebagai sebuah bangsa.
Dimanakah leluhur beragam bangsa hidup bersama
Terdapat banyak teori dan hipotesis yang berbeda dan dikemukakan oleh para sarjana. Ada beberapa dari sarjana Barat dengan mempertimbangkan hubungan etnis yang sedemikian luas di antara rumpun Semit Hamit, berpendapat bahwa tempat asal mereka adalah Afrika sebelah timur.
Sarjana yang terpengaruhi oleh kajian dan tradisi perjanjian lama menyimpulkan bahwa Mesopotamia dalah tempat tinggal pertama leluhur bangsa – bangsa ini (Assiria, Babilonia, Ibrani, Aramik, Arab dan Etiopia).
Tetapi ada pandangan yang mengatakan bahwa semenanjung Arablah tempat asal muasal leluhur bangsa – bangsa. Pandangan ini berdasarkan dampak kumulatif mereka dan lebih masuk akal.
Teori Mesopotamia dengan sendirinya gugur karena mengamsumsikan sebuah bangsa yang muncul dari tahap kehidupan pertanian di pinggir sungai menuju tahap kehidupan nomad, sebuah teori yang berlawanan dengan hukum sosiologi yang terkait dengan priodisasi sejarah. Teori Afrika malah justru memunculkan banyak pertanyaan, bukan jawaban.
Daratan di semanjung Arab kebanyakan padang pasir dan hanya sedikit menyisakan daerah yang bisa ditinggali di sekitar pinggirannya, dan daerah ini semuanya di kelilingi oleh laut. Bangsa yang tinggal di daerah ini hanya bisa menyebar ke bagian tengah daratan karena merupakan bentangan gurun pasir, kondisi alam yang melahirkan teori sebuah bangsa nomad yang berpindah – pindah.
Karakteristik alam yang unik membuat kawasan ini terisolasi. Orang – orang Arab menyebutnya jazirah al-‘Arab,l “Pulau Arab” dan layaknya sebuah pulau, daratan ini di kelilingi oleh laut di tiga sisinya dan oleh padang pasir di sisi lainnya.
Migrasi penduduk di kawasan lain memunculkan gelombang pemukim yang datang susul menyusul saling mengantikan satu sama lain. Kehidupan suku – suku nomad yang mencari tempat kehidupan yang lebih baik di tanah Arab.
Sejarah pun mencatat bahwa tidak pernah ada satu pun sekelompok penyerang dan berhasil menembus rintangan lautan pasir dan membangun fondasi yang kokoh di tanah Arab. Bangsa Arab tampaknya tidak pernah berubah sepanjang sejarah[2].
Jika kita merujuk pada peta perkembangan bahasa di Asia Barat, kita menemukan bahwa Suriah, Palestina, Arab Saudi dan Iraq saat ini didiami oleh bangsa yang berbahasa Arab.
Jika kita kembali ke sejarah kuno, kita akan ingat bahwa mulai pertengahan milenium keempat sebelum masehi. Orang – orang Babilonia pada awalnya disebut Akadia (timur Iraq). Kemudian muncul bangsa Assiria di Iraq bagian Barat. Kedua bangsa ini dipisahi oleh dua sungai Eufrat dan Tiggris.
Berikutnya muncul bangsa Kaldea menduduki lembah Tigris-Efrat, setelah 2500 SM, orang – orang Aremia dan Kana (penduduk asli di Jerrusalem) menempati wilayah Suriah dan sekitar 1500 SM orang – orang Aramia tinggal di Suriah[3].
Bapak dua kaum/bani
Ibrahim lahir di negeri Ur di Kaldea pada masa Hammurabi negeri Babilonia. Ia kemudian hijrah ke Palestina tempat tinggal bangsa Kana. Ibrahim mempunyai 2 anak laki – laki dari kedua istrinya. Dari pernikahannya dengan Hajar, Ibrahim dikarunia seorang putra yang bernama Ismail (sulung). Dari Istri pertamanya yang bernama Sarah, Ibrahim dikarunia seorang putra bernama Ishaq (bungsu).
Tak lama setelah melahirkan Ismail, Hajar dibawa oleh Ibrahim ke lembah Bakkah[4] (Makkah) bersama Ismail kesebuah lembah ditengah padang pasir yang tandus. Di lembah ini tidak ada tumbuhan dan manusia, tidak ada peradaban dan kehidupan sama sekali.
Di tengah padang sahara yang panas dan menyengat, Hajar hanya berbekal sekantung kurma dan sekantung air minum. Takkala Ibrahim telah kembali ke tanah Kanaan (Kana). Ismail kecil menangis kehausan dan kepanasan. Hajar pun berlarian mencari air dan bukit Shafa dan Marwa. Dalam kondisi genting Allah menurunkan rahmatNya, terpancarlah mata air di dekat kaki Ismail, yang kemudian hari di kenal dengan nama sumur Zamzam (Zami).
Ibrahim meninggalkan tanah Ur menuju Kanaan
Ketika Ibrahim meninggalkan tanah Ur menuju Kanaan, kota mana yang mereka singgahi, kita akan menemukan bahwa Ibrahim tinggal di sebuah kota[5], yang kelak menjadi tanah yang diberkahi[6] (lihat kutipan 30)
Pertanyaannya apakah Ibrahim menemukan tanah ini kosong tanpa penghuni, tanpa ada penduduk sebelumnya. Tentu saja tidak. Ibrahim membawa Sarah istrinya kesini, dan melahirkan anaknya yang bernama Ishaq. Dan Ibrahim membawa Hajar dan Ismail yang masih kecil ke tanah tandus dan meninggalkannya di sana, di lembah Bakka dan kenal menjadi kota yang bernama Makkah.
Lalu siapakah kaum yang hidup bersama Ibrahim pada saat itu. untuk menjawab ini, saya akan kembali pada masa lampau. Dimana kehidupan bangsa Semit masih dalam tahap kehidupan sebagai manusia nomad.
Daratan di semenanjung Arab kebanyakan padang pasir dan hanya menyisakan sedikit saja daerah yang bisa di tinggali di pinggirannya, daerah ini semuanya di kelilingi lautan dan tengahnya padang gurun pasir. Kondisi alam seperti ini membuat mereka harus mencari tempat yang baru ketika jumlah penduduk mereka meningkat seiring jaman yang bergerak maju.
Ledakan penduduk yang terjadi membuat mereka harus menemukan jalur terbuka di pantai sebelah barat semenanjung, yang mengarahkan mereka ke sebelah utara dan bercabang ke dua arah yang berbeda, yaitu semenanjung Sinai dan lembah subur sungai Nil.
Sekitar 3500 S.M, bangsa Semit melakukan imigrasi mengikuti rute ini, dan beberapa dari mereka ke arah utara menuju Afrika Timur[7]. Di sana mereka bercampur dengan penduduk Hamit yang lebih dulu tinggal di Delta (Mesir). Dari pencampuran itu lahir bangsa Mesir[8].
Orang – orang Mesir inilah yang berhasil meletakkan unsur peradaban kita yang paling fundamental. Yaitu membangun hunian dari batu dan sistem kalender matahari.
Pada saat bersamaan, migrasi serupa juga mengarah ke utara dan membangun basis hunian di lembah Tigris-Efrat, yang sudah lebih dulu di huni oleh masyarakat berperadaban tinggi, yaitu bangsa Sumeria[9].
Bangsa Semit tiba di lembah tersebut sebagai bangsa nomad barbar, tetapi kemudian belajar dari bangsa Sumeria, pendiri peradaban sungai Eufrat. Bangsa inilah yang pertama kalinya cara membangun rumah dan tinggal di dalamnya, cara mengairi tanah dan menulis.
Campuran kedua ras ini melahirkan bangsa Babilonia, tempat di mana Ibrahim lahir dan tinggal di kota Ur. Dari bangsa Babillonia dan bangsa Mesir inilah kebudayaan manusia terbentuk.
Sekitar pertengahan milenium ketiga sebelum masehi, migrasi bangsa Semit lainnya membawa bangsa Ameria ke daerah bulan sabit subur.
Ras – ras yang melahirkan bangsa Ameria di antaranya Kana yang mendiami Suriah bagian barat dan Palestna setelah 2500 S.M. Dan orang – orang di pesisir pantai mediterania di kenal dengan sebutan Phonesia ( sebutan dari bangsa Yunani).
Antara 1500 dan 1200 S.M. bangsa Ibrani[10] berhasil menemukan jalan ke Suriah bagian selatan, Palestina dan bangsa Aramia (orang – orang Suriah) ke sebelah Utara, terutama Coele-Suriah[11].
Sekitar 500 S.M, bangsa Nabasia membangun peradaban di sebelah Utara semenanjung Sinai. Puncak peradaban mereka dicapai ketiak di bawah pengaruh Romawi, sebuah kota Petra yang di bangun dari bebatuan.
Pada abad ke tujuh Masehi terjadi migrasi baru dan terakhir di bawah panji Islam. Pergerakan migrasi itu membentuk suatu wilayah yang sangat luas, tidak hanya meliputi kawasan Bulan Sabit Subur-sebuah kawasan yang berbentuk busur yang terletak antara muara teluk Persia dan sudut tenggara laut Mediterania-namun juga meliputi wilayah Mesir, Afrika bagian utara, Spanyol, Persia dan Asia tengah[12].
Migrasi terakhir inilah yang dijadikan argumentasi oleh pendukung teori “Semenanjung Arab sebagai tempat asal rumpun Semit”. Dan ini juga memperkuat argumenentasi dengan hasil penyelidikan bahwa bangsa Arab telah memelihara unsur Semit dalam kondisi yang lebih murni dan mewujudkannya dengan cara yang lebih unik ketimbang dari kelompok – kelompok lain dari rumpun - rumpun ras dari unsur yang sama. Para pakar sarjana meyakini bahwa bahasa Arab sebagai bentuk primitif bahasa Semit itu sendiri[13].Dan kita bisa lihat sekarang hingga saat ini, bahwa timur tengah di huni oleh bangsa Arab dari percampuran berbagai suku bangsa.
Bangsa Arab/ Bani Ismail
Pada saat bersamaan, di lembah Bakkah melintas kabilah jurhum. Mereka adalah rombongan pengembara dari suku Arab Aribah, suku Arab kuno yang mendiami daerah Yaman.
Lembah ini kemudian menjadi perkampungan yang semakin hari semakin besar dan kelak dikenal dengan nama Makkah. Kabilah Jurhum, Amaliqah dan suku – suku Arab Aribah di Yaman mulai berdatangan dan bermukim disini. Disinilah suatu hari nanti lahirnya suku Quraisy yang melahirkan Ahmad[14] atau Muhammad (pujian). Hingga saat ini, tidak diketahui secara pasti apa nama yang diberikan oleh Ibunya pada bayi itu.
Bangsa Quraisy memberinya julukan al-amin[15] (yang terpercaya) sebuah gelar yang terhormat. Sedangkan Al-Quran[16] menyebutnya Muhammad[17] dan nama Ahmad hanya satu kali di sebutkan[18]. Nama yang seterusnya ia sandang, Muhammad (yang terpuji).
Dari kabilah Jurhum, Ismail belajar dan berbicara dengan bahasa Arab. Menurut pakar sejarah dari pernikahannya yang kedua[19], Ismail dikarunia 12 orang anak. Mereka adalah Nabit, Qaidzar, Azbil, Misya, Misma, Dhusha, Arar, Yathur, Nabasy, Thaima, Nasmat dan Qaidzma[20]. Mereka inilah Bani Ismail yang menjadi nenek moyang bangsa Arab Musta’ribah yaitu bangsa Arab yang menurunkan nabi terakhir, Muhammad. Dari keturunan inilah bangsa Arab[21] menjadi bangsa yang terbesar populasinya di Timur Tengah.
Bangsa Ishaq/ Bani Ishaq
Ada kaum yang dilupakan oleh sejarah, yaitu anak keturunan dari anak Ishaq bernama Ish atau Essau[22]. Ibnu Katsir[23] dalam kitabnya menuturkan bahwa anak keturunan Bani Ishaq adalah keturunan “Ish bin Ishaq bin Ibrahim.
Sebelum meninggal, Ismail berwasiat kepada adiknya Ishaq untuk menikahkan putrinya yang bernama Nasmat (Basmat) dengan Ish (Essau) bin Ishaq. Ishaq pun memenuhi wasiat kakak sulungnya. Dari pernikahan tersebut lahirlah anak keturunan yang kelak disebut bani Ishaq.
Menurut riwayat, Ish (Essau) bin Ishaq lebih di sayangi oleh ayahnya (Ishaq) karena ia adalah anak tertua, namun Yaqub lebih disayangi oleh ibunya (Sarah) karena ia adalah anak yang paling muda.
Karena sebuah perselisihan di antara Ish (Essau) dan Ya’qub, Ishaq memerintahkan Ya’qub untuk hijrah ke negeri Fadan Aram (sebelum hijrah ke Mesir), sebuah negeri di perbatasan dengan Palestina. Apakah Bani Ishaq adalah keturunan Israel, tentu saja tidak karena Israel adalah keturunan dari Yaqub bukan dari Ish (Essau) yang menikah dengan putri dari Ismail (Bani Ismail)
Lalu di manakah mereka kini? Keturunan Ish (Essau) diyakini menyebar diwilayah Khurasan (Afganistan, Pakistan, Kashmir, Iraq dan Iran.
Bangsa Yahudi/ Bani Yaqub/Israel
Nama Yahudi diambil dari nama Yehuda, salah satu putra Yaqub[24] sedangkan nama Israel adalah nama pemberian dari Tuhan ketika Yaqub memenangkan pergulatan melawan Tuhan[25].
Lalu siapakah Yaqub, ia adalah keturunan dari Ishaq, Ishaq keturunan dari Ibrahim dari istrinya Sarah. Keturunan dari Yaqub disebut bani Israel[26] mengikuti gelar nenek moyang mereka Yaqub.
Di negeri Fadan Aram ( Haran) Yaqub menikahi dua saudari kandung anak pamannya, Laya dan Rahil. Dari pernikahan dengan Laya lahirlah enam orang anak, yaitu Ru’bin, Syam’un, Lewi, Yahudza, Isakhar dan Zebulon. Dari Rahil lahirlah dua orang Putra, Yusuf dan Bunyamin.
Setelah itu Yaqub menikahi dua budak wanita Laya dan Rahil. Dari pernikahan itu lahirkah empat orang anak. Mereka adalah Dan, Naftali, Jadd dan Asyir. Seluruhnya berjumlah dua belas orang anak. Masing – masing anak mempunyai keturunan dan dikenal dengan 12 suku bangsa.
Karena Ya’qub juga dikenal dengan nama julukan Israel, ke 12 suku bangsa ini akhirnya terkenal dengan nama julukan Bani Israel. Quran menyebut mereka dengan istilah Asbath.
Di Eropa dan Amerika, kata Semit memiliki konotasi Yahudi dan mengingatkan kita tentang penyebaran orang Yahudi di kedua benua ini. karakteristik Semit yang sering kali dirujuk termasuk bentuk hidung yang khas yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Semit itu sendiri. Karakteristik yang membedakan orang Yahudi dari rumpun Semit lainnya dan jelas mengambarkan hasil pernikahan silang antara bangsa Hitti- Hurian[27] dengan bangsa Ibrani[28].
Istilah Semit berasal dari kata syem yang tertera pada perjanjian lama (Kitab kejadian, 10:1) melalui bahasa Latin dalam Vulgate[29]. Sebuah penjelasan tradisional yang menyebutkan bahwa rumpun bangsa Semit adalah keturunan anak Nuh yang tertua.
Kontak dengan bangsa Ibrani/ Yahudi
Orang – orang Yahudi dari sisi geografis merupakan tetangga dekat orang – orang Arab baik dari sisi ras mau pun bahasa. Gambaran bahwa orang Ibrani berasal dari gurun banyak diungkapkan dalam perjanjian lama[30].
Bahasa Ibrani dan Arab seperti kita ketahui bersama, berasal dari rumpun bahasa yang sama, rumpun Semit[31]. Beberapa nama Ibrani yang di sebutkan dalam Perjanjian Lama berasal dari bahasa Arab, misalnya hampir semua anak – anak Esau[32].
Orang – orang Arab Selatan tidak terlalu sulit memahami ayat – ayat pertama Kitab Kejadian yang berbahasa Ibrani[33]. Penelitian modern memperlihatkan bahwa kesederhanaan agama Ibrani mencerminkan karakteristik gurun yang menjadi tempat kelahirannya.
Yusuf dan Yahudi di Mesir
Yang pertama harus kita ingat, kita sedang membicarakan Yahudi keturunan Yaqub bukan keturunan Ishak atau Ish (Essau) yang tetap menetap di Palestina (Kanaan) pada masa awal hijrah (Ibrahim).
Kitab pertama Bibel, kejadian, ditutup dengan kisah menetapnya Yaqub dan keturunannya di Mesir. Lalu dimanakah Yaqub tinggal sebelum ia hijrah ke Mesir setelah peristiwa Yusuf menjadi pembesar di sana? Palestina? Tentu saja tidak, Yaqub dan keturunannya di yakini hidup di negeri yang bernama Fadan Aram (Haran).
Ada yang mengatakan wilayah ini berbatasan antara tanah Palestina dengan Mesir. Sebuah wilayah gurun yang terbuka dan menjadi perlintasan menuju Mesir dan Kanaan.
Dimanakah Yusuf[34] dan keluarganya hidup di Mesir, ketika ia menjadi pembesar, orang yang dekat dengan raja, siapakah raja di Mesir ketika itu? Papirus Anastasi VI[35] yang di duga berasal dari Memphis berisi sebuah laporan dari seorang pejabat di perbatasan Mesir Timur tentang masuknya Badui Asia (Shasu) dari Edom ke Delta Nil. Bukti tekstual Mesir Kuno lainnya yang mendukung asumsi bahwa Bani Israel masa awal tinggal di Delta Timur ditemukan dalam wejangan Ipuwer yang mengatakan “… Orang asing telah menjadi penduduk[36] dimana – mana …” Teks ini mengecam Mesirisasi para penduduk padang pasir ras semit (ANET,1950:441). Keterangan ini mengingatkan akan menetapnya Yaqub dan keluarganya di Delta Timur. Dimanakah Delta Timur itu sekarang? Sampai detik ini (penulis) belum mendapatkan data shahihnya mengenai wilayah ini.
Lalu siapakah Raja pada masa Yusuf? Pada masa Yusuf Bibel hanya menjelaskan bahwa ia adalah raja Mesir yang baik, keturunan dari bangsa Mesir Asli, di sebut Firaun. Tapi saya mendapatkan data berbeda, pada masa Yusuf, Mesir pada saat itu dikuasai oleh bangsa Hykos. Hykos[37] berarti “Penguasa Bumi dari Bangsa Asing”. Para ahli sejarah berbeda pendapat mengenai asal usul bangsa ini. tapi mereka sepakat bahwa kaum Hykos berasal dari bangsa – bangsa di Asia.
Inilah yang membedakan mengapa Al-Quran menyebut kata Raja/Aziz[38] kepada raja Mesir di jaman Yusuf bukan Fir’aun. Karena gelar Fir’aun/Farau hanya dilekatkan kepada raja keturunan asli Mesir. Sedangkan raja pada masa Yusuf adalah raja dari bangsa Hykos yang menguasai tanah mesir pada rentang masa 1788 SM dan berakhir sekitar 1500 SM[39]. Beberapa buku sejarah menyebutkan Yusuf hidup selama 175 tahun, yaitu antara tahun 1861 SM s.d. 1686 SM.
Musa dan Masa Exodus
Setelah Yusuf meninggal dan tak lama kemudian bangsa Hykos keluar dari negeri Mesir karena pemberontakan orang asli Mesir, di mulailah penindasan oleh raja Mesir yaitu Firaun.
Kemudiaan bangkitlah seorang raja baru memerintah tanah Mesir. Berkatalah Raja itu kepada rakyatnya :”Bangsa Israel itu sangat banyak dan lebih besar jumlahnya daripada kita. Marilah kita bertindak dengan bijaksana terhadap mereka, supaya mereka jangan bertambah banyak lagi dan jika terjadi peperangan, jangan bersekutu dengan musuh kita dan memerangi kita, lalu pergi dari negeri ini”. Sebab itu pengawas – pengawas rodi ditempatkan atas mereka untuk menindas mereka dengan kerja paksa. Kemudian Mesir memaksa orang – orang Israel untuk menjadi budak dalam mendirikan bangunan dan kota – kota.
Raja mesir pun memerintahkan[40] untuk melakukan pembunuhan terhadap setiap anak lelaki yang lahir dari bani Israel, karena takut akan datangnya ramalan mengenai seorang keturunan dari bani Israel akan menghancurkan kerajaannya.
Lalu muncullah Musa[41] untuk menyelamatkan kaum Bani Israel untuk keluar dari penindasan bangsa Mesir menuju tanah yang dijanjikan untuk mereka.
Setelah mendapatkan ancaman dari Tuhannya Musa, Firaun akhirnya merelakan bangsa Yahudi untuk keluar dari negerinya. Setelah eksodus dari Mesir, Bani Israel tinggal di padang gurun selama 40 tahun sebagai hukuman dari Tuhan atas semua keluhan mereka yang terus menerus terhadapnya[42]. Adapun Musa meninggal ketika berusia 120 tahun[43]. Setelah meninggalnya Musa, Tuhan berbicara kepada Yosua bin Nun dan memerintahkannya agar membawa Bani Israel ke negeri yang telah di tetapkan yaitu Palestina.
Pada masa Musa, bangsa Yahudi tidak berani memasuki negeri Palestina karena di negeri ini ada suatu bangsa yang kuat[44], siapakah bangsa yang kuat yang ditakutkan oleh kaum Musa ini. Penolakan ajakan Musa untuk berperang dalam merebut tanah ini membuat kaum ini diharamkan[45] atas tanah ini selama 40 tahun, selama itu mereka berputar – putar kebingungan di bumi (Padang Tiih[46]).
Bani Israel masa kepemimpinan Yusya/Yosua bin Nun
Pada tahun 1186 SM, Yusya bin Nun dari Bani Israel mengajak kaumnya menuju Baitul Maqdis. Yusya bin Nun mengantikan Nabi Musa yang telah telah wafat.
Yusya bin Nun ini memimpin Bani Israel menuju Palestina, masuk melalui wilayah Timur Sungai Yordan. Akan tetapi mereka tidak pernah masuk Baitul Maqdis selamanya. Mereka melintasi sungai Yordan menuju Jericho.
Wafatnya Yusya bin Nun, menimbulkan perselisihan di antara para uskup yang tinggal di Jericho. Hingga mereka dikuasai kembali oleh Filistia yang pada saat itu menguasai Jerussalem.
Sejarah akhirnya meriwayatkan terjadinya pertempuran antara kaum Bani Israel dengan bangsa Filistia di dekat Jericho. Pertempuran berakhir dengan terbunuhnya pimpinan Raksasa[47] oleh tangan Nabi Dawud AS. Peristiwa inilah sebagai cikal bakal masuknya Yahudi dalam sejarah kota Al-Quds.
Dengan kemenangan ini, maka berpindahlan pemerintahan Al-Quds dari bangsa filistia kepada Bani Israel, untuk pertama kalinya pada tahun 995 SM. Nabi Dawud kemudian memasuki kota Al-Quds dan membangun kerajaanya di sana. Menurut bukti-bukti sejarah, Nabi Dawud membangun istananya dekat dengan kota Silwan, dekat dengan mata air di ujung bagian luar Kota Lama.
Maka berlakulah pemerintahan Bani Israel di Al-Quds selama kurang lebih 70 tahun atau 80 tahunan. Kemudian lahirlah Nabi Sulaiman AS dan berhasil memperbaharui bangunan Masjid Al-Aqsha[48].
Siapakah Bangsa Asli Palestina? Apakah kaum Filishtin? Apakah suku – suku bangsa Arab?
Siapa bangsa yang ditakuti oleh kaum Yahudi di Palestina sehingga mereka menolak memasuki kota (Jerussalem) ini dan menolak ajakan Musa dan mendapatkan hukuman dari Tuhan selama 40 tahun di haramkan memasukinya. Di dalam Alquran, Jerussalem disebut sebagai bumi yang diberkahi sebanyak 6[49] kali dan bumi yang di sucikan sebanyak 1[50] kali.
Penolakan mereka untuk berperang untuk mendapatkan tanah suci dengan alasan bahwa ada suatu bangsa yang kuat mengindikasikan, Yahudi pada saat itu berjumlah sedikit, mereka bukanlah bangsa yang kuat dan banyak pada saat eksodus terjadi. Deskripsi ini bertentangan dengan klaim Bibel bahwa sebanyak 600.000[51] lelaki Bani Israel meninggalkan Mesir[52]. Bahwa eksodus bangsa Yahudi dari Mesir hanya tergolong sedikit[53].
Artinya bahwa di tanah ini ada suatu bangsa yang kuat dan perkasa yang telah lebih dahulu hadir dan menguasai tanah ini. Masih ingat tentang Ish/Essau anak tertua dari Ishaq yang menikah dengan Nasmat, putri dari Ismail yang tinggal di Kanaan? Apakah mereka? Atau ada bangsa lain selain mereka? Bukankah Ibrahim hijrah dari Ur menuju Kanaan dan sudah ada bangsa yang tinggal di sana? Siapakah bangsa itu? Apakah bangsa yang sama ketika Ibrahim hijrah kesana sampai masa Ish/Essau lahir dan berkembang? Dan masa di mana kaum Yahudi/Israel datang bersama Musa? Jika mereka adalah bagian dari keluarga Ish/Essau harusnya kedatangan bangsa Yahudi di sambut oleh mereka, dan mereka tidak harus takut untuk memasuki kota ini, karena Yaqub nenek moyang mereka adalah saudara dari Ish/Essau, kalau begitu siapakah bangsa ini? dari garis keturunan siapa mereka? Apa jejak sejarahnya? Bahasa apa yang mereka pakai?
Tapi saya ingin mengurai dulu mengenai bangsa Filishtin yang sebagian orang meyakini bangsa ini sebagai penduduk asli tanah Palestina. Kalau begitu pertanyaannya, siapakah bangsa ini? dari suku mana mereka? Apa bahasa mereka? dari mana mereka datang? Jejak sejarah apa yang mereka tinggalkan? Apakah bangsa ini masih ada sampai sekarang? Jika punah, dimana mereka punah? Siapa yang membantai mereka sampai mereka hilang di telan bumi?
Saya akan jawab satu persatu dulu, tapi sebelumnya pertanyaan di atas akan saya tahan untuk sementara. Saya akan kembali lagi pada masa awal, masa di mana kaum – kaum dan suku – suku hijrah dari satu tempat untuk mencari tempat yang lebih layak. Suatu prioderisasi kehidupan dari nomad menuju pertanian, masa dimana suku – suku bangsa hijrah dari satu tempat mencari tempat terbaik yang lebih baik untuk berkembang biak sebagai sebuah bangsa.
Akar kata dan Arti Yerussalem
Pada masa lampau kata Palestina belum berwujud, tanah ini bernama Kanaan, di diami oleh suatu kaum, sebagaimana pertama kalinya Ibrahim hijrah dari tanah Ur menuju tanah yang dijanjikan Tuhan untuk keturunannya.
Lalu dimakaha Ibrahim tinggal? Gaza? Askelon? Asdod? Ekron? Atau Gad? Ingat! kita membicarakan Jerussalem atau kota kuno. Tanah yang di janjikan, bukan daerah Palestina secara umum. Ibrahim di perintahkan Tuhan untuk hijrah ke tanah Suci yaitu Jerusalem. Yang di dalamnya di huni oleh suatu kaum yang terlebih dahulu tinggal dan membangun peradaban di sana (lihat bagian Ibrahim meninggalkan tanah Ur menuju Kanaan) dan dengan kaum/ bangsa siapakah Ibrahim hidup bersama.
Yerusalem (bahasa Ibrani: ירושלים Yerushalayim, bahasa Arab: أورسالم القدس Ūrsālim-Al-Quds atau hanya القدس Al-Quds. Akar kata Semitik untuk nama “Yerusalem” yang banyak disetujui adalah ‘S-L-M’ yang dalam bahasa Arab maupun Ibrani berarti damai[54]. Dalam catatan Mesir Kuno menyebut kota ini bernama Rušalimum atau Urušalimum sebuah rujukan pertama kali dinamai Yerussalem[55] yang di dapatkan dari surat - surat Armarna dalm bentuk kata – kata Urusalim[56] bentuk Yerushalayim (pelafalan Ibrani) pertama kali muncul dalam kitab Yosua.
Jejak sejarah kaum yang pertama kali menghuni Jerussalem
Bangsa Yabusiah
Bangsa Yabusiah[57] di sebutkan bangsa yang pertama tercatat sejarah yang mendiami al-Quds/ Jerussalem. Sebelumnya belum ada tulisan atau catatan yang mengungkap hal ini[58]. Dalam kajian ilmu sejarah mengenai situs-situs sebagai satu-satunya sumber dalam mengungkap temuan tulisan dan dimulainya sejarah manusia.
Yaitu sebelum enam ribu tahun sebelum masehi disebutkan bangsa Yabusiah bermigrasi dari tempat asalnya di Semenanjung Arab dan menetap di kota Yerusalem dan sekitarnya. Maka dikenallah wilayah Palestina dengan wilayah Yabusiah yang menyebutkan ibukotanya di kota Al-Quds yang saat itu dikenal dengan nama kota Yabus atau Oursalm.
Bersamaan dengan bangsa Yabusiah ini, berimigrasilah sejumlah suku dari semenanjung Arab ke Palestina. Diantaranya suku Finokiyo yang menetap di pedalaman bangsa Kanaan Arab. Mereka tinggal di bagian utara Palestina dan membangun 200 kota di Palestina. Yang paling terkenal adalah kota Yabusiah atau Al-Quds. Seperti Nablus yang suka disebut Shakim dan Kholil yang suka disebut Hebron.
Di Palestina hidup juga bangsa Amor yaitu suku bangsa Arab yang mempunyai peran ratusan tahun dalam memakmurkan kota Al-Quds. Perlu disebutkan di sini bahwa semua pemerintah Yabusiah yang menguasai Al-Quds, dulunya sebagai penyembah berhala. Kaum inilah penduduk asli yang pertama kali mendiami Al-Quds sebagai bangsa Arab yang kita kenal sekarang, dan untuk membantah klaim Yahudi bahwa merekalah yang penduduk asli Al-Quds[59] dan yang pertama kali memakmurkan kota Al-Quds. Bukti ini menunjukan bangsa bangsa Arab sudah mendiami al-Quds lebih dari Yahudi sekitar 1500 tahun sebelumnya. Apakah bangsa Yabusiah ini adalah bagian dari suku – suku yang hidup di tanaah kanaan yang di sebut oleh sejarah sebagai bangsa Kana.
Kaum Hykos[60] dan Faroinah
Lalu siapakah kaum ini, dari mana mereka berasal? Pada tahun 1774 SM bangsa Hykos menyerang kota Al-Quds. Mereka terdiri dari sejumlah suku dari Mesir dan Syam[61]. Mereka membentuk pemerintahan di Al-Quds dan sekitarnya.
Menurut catatan sumber sejarah menyatakan, Ibrahim sejaman dengan pemerintahan Hykos ini. Nabi Ibrahim memasuki kota di baitul Maqdis.
Kemudian keturanan nabi Ya’kub atau Bani Israel ini berimigrasi mengikuti Nabi Yusuf ke Mesir, Keturanan Nabi Ya’qub atau bani Israel tinggal di Mesir tak kurang dari 150 tahun di bawah pemerintahan Hykos.
Kerajaan Hykos akhirnya melemah dan diganti dengan dinasti Fir’aun. Kemudian mereka mengusir dinasti Hykos yang memerintah Mesir dan kemudian menguasai Al-Quds.
Kerajaan Firaun kemudian menunjuk pemerintahan tersendiri di Al-Quds yang loyal pada kerajaan Firaun dengan mengangkat seorang gubernur.
Sejalan dengan perjalanan sejarah, kekuasaan bangsa Firaun atas Jerussalem melemah dan itu di manfaatkan oleh Yabusiah dan Kananiyah untuk menguasai kembali Al-Quds dan merebutnya dari kekuasaan dinasti Fir’aun.
Bangsa inilah yang di takuti oleh kaumnya Musa ketika ia memintanya untuk memasuki gerbang Jerussalem. Dan mereka menolak merebut kota ini dengan jalan peperangan karena takut akan kekuatan bangsa tersebut[62].
Secara historis Yerussalem milik bangsa Arab?
Sampai detik ini klaim mereka mengenai tanah Yerussalem berdasarkan sejarah palsu yang mereka buat sendiri.
Kerancuan pertama adalah mereka mengenalkan sejarah bahwa bangsa Filistin adalah bangsa yang pertama kali tinggal di sini, dan mengatakan bahwa anak – anak Palestina sekarang adalah bangsa Filishtin seperti dahulu kala.Pertanyaannya apakah benar bangsa ini punah? Sebuah klaim yang sulit di terima, apakah bangsa Yahudi punah setelah berkali – kali mereka di timpa bencana? baik di masa kejatuhan dua negara mereka dan masa pemusnahan mereka di perang dunia ke 2, tidak bukan? Mengatakan bangsa filisthin punah hanya argumen yang di paksakan.
Kerancuan kedua adalah menolak suatu fakta bahwa masyarakat di semenanjung Arab telah melakukan perjalanan migrasi baik pada masa sebelum Ibrahim dan sesudah Ibrahim hijrah dari Ur menuju Kanaan.
Kerancuan ketiga, tanah yang di janjikan bukanlah tanah yang kosong tanpa penghuni sekalipun, tapi tanah yang sudah di huni oleh suku – suku bangsa sebelum bangsa Yahudi memasuki tanah ini. ini di perjelas dengan sejarah bahwa pada masa Musa, bani Israel menolak masuk ke kota suci (Yerussalem) karena ada bangsa yang kuat di sana.
Menolak argumentasi bahwa bangsa Arab adalah penghuni pertama di Jerussalem adalah pengingkaran yang tidak masuk logika sama sekali. Migrasi yang di lakukan oleh bangsa Arab terlebih dahulu dilakukan dengan mencari tanah – tanah yang bisa mereka huni karena ledakan penduduk di Jazirah Arab (lihat priodesisasi masyarakat nomad menuju pertanian).
Mencampuradukkan sejarah bangsa filistia yang berada di pesisir Meditterania dan bangsa Yabusiah dan mencoba mengaburkan sejarah mengenai bangsa yang pertama kali tinggal di kota lama atau Yerussalem. Jika di katakan bahwa bangsa Filistia adalah keturunan dari Misraim[63] dan berasal dari Kaftor[64], sebuah logika yang keliru, bukankah keturunan Mesir[65] adalah pencampuran dari pengabungan ras Hamit dan bangsa Semit.
Pada saat bersamaan, migrasi serupa juga mengarah ke utara dan membangun basis hunian di lembah Tigris-Efrat, yang sudah lebih dulu di huni oleh masyarakat berperadaban tinggi, yaitu bangsa Sumeria[66].
Bangsa Semit tiba di lembah tersebut sebagai bangsa nomad barbar, tetapi kemudian belajar dari bangsa Sumeria, pendiri peradaban sungai Eufrat. Bangsa inilah yang pertama kalinya cara membangun rumah dan tinggal di dalamnya, cara mengairi tanah dan menulis.Campuran kedua ras ini melahirkan bangsa Babilonia, tempat di mana Ibrahim lahir dan tinggal di kota Ur. Apakah sejarah ini hilang begitu saja!!!
Orang – orang Yahudi kembali lagi ke bumi ini pada masa Jerussalem di bawah kendali Romawi pada 70 M dan yang terakhir 135 M. Setelah itu mereka di usir kembali keluar dari Jerussalem. Ingat kita membicarakan kota Jerusalem bukan kota – kota yang berada di pesisir pantai seperti yang di jelaskan Bibel mengenai kaum Filishtin atau Kaftor menurut Bibel.
Setelah ribuan tahun mereka hidup terlunta – lunta, pada masa Muhammad, mereka (Yahudi[67]) tinggal di semanjung Arab, Madinah/ Yastrib. Hingga kemudian mereka di usir[68] keluar dari tanah ini karena melanggar perjanjian damai.
Dimasa pengasingan ribuan tahun, mereka sebagian besar memilih tinggal di Eropa Timur, hingga akhirnya jalan terbuka bagi mereka untuk kembali ke tanah ini sebagai “pemilik sah”. Ketika kesultana Turki Utsmani kalah dalam perang dan merelakan tanah Palestina di kuasai oleh Inggris. Dalam sebuah perjanjian (Balfour) rahasia antara pemerintah Inggris dan Zionis. Di sepekati bahwa Israel menyerahkan tanah ini kepada bangsa Yahudi.
Perang pun tak terhindari, bangsa Arab yang lemah setelah jatuhnya kesultanan Turki dan terpecahnya negara – negara Arab dalam nasionalisme mereka akhirnya tak mampu melawan kekuatan Israel yang didukung secara politik dan militer oleh negara Inggris dan Amerika.
Dalam situasi perang yang membahayakan dan dapat menyeret pada perang kawasan yang lebih besar. PBB berinsiati melalui resolusi 181 dan 182 yang bertujuan membagi wilayah Palestina ( bukan tanah atau wilayah negara Israel) menjadi dua wilayah.
Artinya PBB mengakui bahwa secara historis tanah ini adalah milik sah bangsa Palestina, pengambilan secara paksa melalui jalan militer adalah sebuah penjajahan dan keberadaan Israel sampai detik ini hanya bisa di mengerti dengan logika perang dan pendudukan.
Sejarah yang dibawakan mereka pun gugur dengan klaim sepihak bangsa Yahudi/Israel tentang nubuat Bibel mereka mengenai tanah yang di janjikan oleh Tuhan hanya untuk mereka.
Israel Menatap Masa Depan
Tulisan bagian ini adalah murni opini saya. Opini ini terbangun dalam realitas sejarah kekinian. Israel tidak mampu hidup berdampingan dengan tetangganya, mereka hidup dalam ketakutan, perasaan dimusuhi, dibenci dan perasaan bersalah hinggap di setiap anak – anak Israel dan pemimpinnya.
Negara mereka berdiri di atas tanah yang bukan milik mereka, walau pun secara defacto dibawah penguasaan mereka, tapi secara hukum internasional mereka lemah.
Negeri ini bermimpi membangun negara yang demokratis tapi hari demi hari rakyat internasional dapat melihat mereka memblokade Gaza dan memberlakukan perlakuan rasial terhadap rakyat Palestina yang tinggal di Tepi Barat.
Tembok – tembok rasial yang mereka dirikan menjelaskan dengan jelas sebuah gambaran ketakutan mereka atas kejahatan yang telah mereka lakukan selama ini.
Israel mulai membangun kembali pemukiman di Jerusalem Timur dengan terlebih dahulu membongkar pemukiman asli. Mereka ingin meyahudikan Jerussalem dengan membangun kota – kota Yahudi di sekitarnya, suatu klaim yang bertolak belakang dengan istilah negara demokrasi yang mereka dengungkan.
Israel hari demi hari mulai kehilangan kekuatan “penekannya” dunia kini mulai melihat kemunafikan dan kebohongan negara ini yang mereka bangun bertahun – tahun dengan kekuatan media massa.
Krisis ekonomi yang terjadi menghantam perekenomian Negara ini, pusat statistic Negara Israel menunjukkan lebih dari 30% warga Israel hidup dalam kemiskinan dan mengakibatkan permasalahan sosial yang terjadi, seperti kejahatan, korupsi dan suap.
Israel tidak akan mungkin mampu untuk bertahan lama, ketika kekuatan – kekuatan para pejuang kemerdekaan dan masyarakat internasional yang mendukung hak – hak Palestina untuk menuntut Israel mengembalikan hak – hak mereka. Israel takkan mungkin lari dari tuntutan ini walau mereka terus “mereduksi” perjanjian damai yang mereka hembuskan.
Perubahan yang terjadi di negara – negara Arab kali ini membawa perubahan politik dan sejarah di negara – negara di Timur Dekat. Israel akan berfikir panjang ketika kebijakan – kebijakan yang selama ini menguntungkan mereka akan berbalik “menusuk” kepentingan strategisnya. Kehilangan pemimpin/ penguasa yang “dekat” dengan mereka sama saja dengan kehilangan perisai pelindung.
Negara Arab dan masyarakat Internasional sudah mulai “terbuka” melihat kasus ini dan mulai menentukan posisinya kepada negara Israel. Masa telah berganti, kekuatan Israel sudah tidak seperti dahulu lagi, Amerika dan Inggris pun akan berfikir ulang mengenai dukungan mereka yang tanpa batas.
Citra Negara Israel di dunia internasional pun semakin memburuk, bagaimana keturunan Israel atau warga negaranya menyembunyikan idenitas mereka. Pengusuran, peperangan dan pembunuhan masyarakat sipil menjadi perhatian masyarakat internasional.
Seperti bola pantul, sejarah negara Israel kini seperti bola pantul yang mulai jatuh kebawah secara perlahan. Israel hanya punya pilihan untuk kembali ke meja perundingan dengan semua faksi yang ada di Palestina dan duduk sejajar. Tanpa perubahan kebijakan, Israel akan mengalami kesulitan – kesulitan politik dan militer di masa depan.
Penutup
Negara Israel tidak identik dengan Yahudi sebagai bangsa. Dalam pandangan sejarah, Zionisme adalah ideologi minoritas di kalangan Yahudi (bukan di negara Israel). Sebuah negara hanyalah suatu alat yang menjalankan hubungan – hubungan ekonomi dan sosial tertentu. Negara merupakan struktur kekuasaan dan tujuannya meskipun tersembunyi, dengan pengertian bahwa untuk memaksakan dan mendesakkan kepatuhan.
( “Sekarang waktunya untuk menyingkirkan tabir kemunafikan. Pada saat ini, seperti di masa lalu, tidak akan ada Zionisme, tidak akan ada pemukiman, tidak akan ada negara Yahudi tanpa pemindahan dan pengusiran seluruh orang Arab, tanpa perampasan tanah[69].” )
(Dalam keterangannya kepada parlemen (Knesset) Israel, Netanyahu menyatakan, “Kita membangun di Al-Quds, karena Al-Quds hak dan komitmen kita, dan bukan sanksi, melainkan hak bangsa Israel membangun di ibukota abadinya,” klaimnya. Ia menegaskan, “Al-Quds selamanya milik Israel.” )
Tulisan ini saya persembahkan untuk bagi siapa saja yang mendukung kemerdekaan, hak – hak dasar setiap bangsa, tidak terkecuali (Yahudi) bangsa mana pun.
————- to ADMIN dan ADMINA KOMPASIANA, KALAU MAU HAPUS, KOMENTAR YANG PROVOKATOR AJA YA, JANGAN TULISAN SAYA ———-
Referensi Buku
1. The History of Arabs. Philips K. Hitti (2011)
2. Betram Thomas dalam, The Near East and India (London, Nov, 1, 1928)
3. Rathjens dalam Journal Asiatique, ccxc, no. 1 (1929)
4. History Testifies to the Infallibility of the Quran. Dr. Louay Fatoohi, Prof. Shetha Al-Dargazelli
5. C. Leonard Wooley, The Sumerrians (Oxpord, 1929)
6. The History of Babilonia and Assiria, James A. Craig, penerjemah (New York, 1907)
7. Ibn Hisyam, Sirah, hal 125; Ya’qubi, jilid II, hal 18: Mas’udi, jilid IV, hal, 127
8. Kitab Ahadist al-anbiya’ no 3113-3114. Imam Bukhari
9. Al-Bidayah wa An Nihayah. Ibnu Katsir, atau Imam Atsir dalam Al-Kamil fi Tarikh, Imam At-Thabari dalam Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk.
10. An-Nihayah fil Fitan wal Malahim; lihat juga Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih 15/410-411
11. George A. Barton, Semitic and Hamatic Origin ( Philadelphia, 1934), hal 85-87; Ignace J. Gelb, Hurrian and Subarian
12. Al-Suyuthi , al-itqan (Kairo, 1925),
13. B. Moritz dalam Zeitschcrif fur die Alttestamentliche Wissenchaft, jilid III (1926)
14. Margoliouth, The Relation between Arabs and Israeelites (London, 1924)
15. James A. Montgomery, Arabia and the Bible (Philadelphia, 1934)
16. Fakk’Asrar Dzi Al-Qarnain Wa Ya’juj Wa Ma’juj. Syaikh Hamdi bin Hamzah Abu Zaid. Almahira
17. Philip Hyatt. Commentary on Exodus, London: Oliphants, 1971 : 139.
18. Dever, W. G. How to Tell a Canaanite from an Israelite.
19. H. Shanks. The Rise of Israel, Washington : Biblical Archeological Society
20. G.Johannes Botterweck, Helmer Ringgren (eds.) Theological Dictionary of the Old Testament, (tr.David E.Green) William B.Eerdmann, Grand Rapids Michigan, Cambridge, UK 1990, Vol. VI
21. A Hidden History of Zionisme, Ralph Schoenman. Santa Barbara, First Edition, 1988
22. Dirasat Minhajiah Iimiyah Li-Siratil Mustafa ‘ Alaihi Shalatu wa-Salam. Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy. (Darul Fikr, Libanon 1977)
Referensi Majalah
1. Israeli Mirror,21 Collingham Rd., London SW5 ONU, UK.
2. James Barrat, (English/Spanish) National Geographic,. [Jerusalem's Holiest Places], (2006)
Referensi Kitab
1. Al – Quran
2. Perjanjian Lama, LAI 2009
3. Injil Latin yang ditulis oleh St. Jerome pada abad ke 4.
Web site
1. Wikipedia.com
2. Hidayatullah.com
3. Infopalestina.com/ms
[1] Babilonia, Kaldea, Hitti dan Phonesia. Lihat The History of Arabs. Philips K. Hitti. Hal 6.
[2] Bandingkan, Betram Thomas dalam, The Near East and India (London, Nov, 1, 1928), hal 516-519; Rathjens dalam Journal Asiatique, ccxc, no. 1 (1929), hal. 141-155
[3] History Of Arabs. Philips K. Hitti. Hal 139. Bab 11
[4] Lihat Mazmur 84. 5-7 dan juga lihat tulisan saya yang membahas mengenai lembah Bakka di sini
[5] History Testifies to the Infallibility of the Quran. Dr. Louay Fatoohi, Prof. Shetha Al-Dargazelli. BAB 8, Hal 246
[6] Lihat Al Quran Al-Anbiya 71. 81. Al-A’raf 137. Al-Qashash 5. Di surah ini mengabarkan bahwa Ibrahim meninggalkan kaumnya yang hendak mencoba membakarnya hidup – hidup karena ajaran keagamaannya. Di tempat ini juga Luth pernah hidup. Sebagaimana janji Tuhan kepada bangsa bani Israel bahwa tanah bagian timur dan barat saja untuk mereka. Dalam ayat ini juga pengertian penafsiran “tanah suci” sebagai “kanaan”.
[7] History Of Arabs. Philips K. Hitti. Hal 139. Bab 12
[8] Ibid Hal 13
[9] Bandingkan dengan C. Leonard Wooley, The Sumerrians (Oxpord, 1929), hal 5-6
[10] Ibrani apa maknanya? Lihat kejadian 14 : 13. Jika Ibrani adalah istilah etnis penting yang setidaknya setua dengan Ibrahim, sangat tidak lazim bagi sebuah kitab yang sangat tertarik pada masalah etnis dan sejarah personal serta mencatat sejarah Bapa leluhur secara detail dengan menyebut “orang – orang Ibrani” – kecuali penyebutan Ibrani yang pertama pada bagian yang amat belakang. Fakta lain yang menarik dan relevan untuk di catat adalah bahwa Yusuf “orang Ibrani” adalah Bani Israel pertama yang masuk ke Mesir. Fakta yang juga sangat signifikan adalah bahwa prasasti Merneptah tidak menyebut “Israel” dengan istilah “Apiru”, terlepas dari fakta bahwa istilah yang terakhir ini sangat populer di Mesir. Mengingat fakta – fakta ini, kita sekarang dapat mulai melacak asal muasal istilah “Ibrani”. Silahkan telusuri History Testifies to the Infallibility of the Quran. Dr. Louay Fatoohi, Prof. Shetha Al-Dargazelli. 302. Ibrani : apa maknanya?
[11] Dataran rendah Suriah, al-Biqa modern, terletak antara dua Libanon.
[12] Hugo Winckler, The History of Babilonia and Assiria, James A. Craig, penerjemah (New York, 1907), hal 18-22
[13] Philpi K Hitti dalam bukunya History of Arab menjelaskan bahwa istilah “Semit” lebih memiliki implikasi bahasa ketimbang etnis, dan bahasa Assiria-Babilonia, Aramik, Ibrani, Phonesia, Arab Selatan, Etiopia dan Arab harus di pandang sebagai dialek – dialek yang berkembang dari satu jenis induk bahasa utama, yaitu Ursemitis. Hal ini juga bisa di jumpai pada bahasa – bahasa Romawi dalam hubungannya dengan bahasa Latin, dengan pengecualian bahwa beberapa bentuk bahasa Latin masih bertahan, setidaknya dalam hal kesusastraan, hingga hari ini. sementara bahasa Semit walau percakapan sehari – harinya sudah punah tapi masih bisa di lihat dari bahasa – bahasa turunannya, salah satunya bahasa Arab dan bahasa Al-Quran (di yakini dalam bentuk bahasa Arab yang sempurna) lihat Hal. 15 - 16. ( bagian bahasa Al-Quran tambahan dari penulis sendiri)
[14] History Of Arabs. Philips K. Hitti. Hal 139. Bab 6
[15] Ibn Hisyam, Sirah, hal 125; Ya’qubi, jilid II, hal 18: Mas’udi, jilid IV, hal, 127.
[16] Qs. 3: 144, 33:40, 48:29, 47:2
[17] Nama Muhammad muncul dalam tulisan Arab Selatan, Corpus inscriptionum Semiticarium, hal 104
[18] Qs. 61:6
[19] Kitab Ahadist al-anbiya’ no 3113-3114. Imam Bukhari
[20] Lihat Al-Bidayah wa An Nihayah. Ibnu Katsir, atau Imam Atsir dalam Al-Kamil fi Tarikh, Imam At-Thabari dalam Tarikh Al-Umam wa Al-Muluk.
[21] Secara Etimologis kata “Arab” adalah kosakata Semit yang berarti “Gurun” atau penduduknya. Kosakata “Ereb” digunakan dalam kitab Yesaya 21:13, 13:20 dan Yeremia 3:2. Dalam AlQuran, a’rab merujuk pada oraqng – orang Badui.
[22] Bandingkan dengan yang diungkapkan oleh perjanjian lama. Kitab Kejadian 36: 10-14; I bab I: 35-37) Sarjana Bibel meyakini bahwa keturunan Essau yang menikah dengan Nasmat melahirkan bangsa yang bernama Edom. Dan diyakini pada masa lalu mereka hidup dan berkembang biak di tanah Kanaan.
[23] An-Nihayah fil Fitan wal Malahim; lihat juga Mirqatul Mafatih Syarh Misykatul Mashabih 15/410-411
[24] Kejadian 29 : 22
[25] Kejadian 32 : 38
[26] History Testifies to the Infallibility of the Quran. Dr. Louay Fatoohi, Prof. Shetha Al-Dargazelli. Hal 29.
[27] Hitti, bangsa Kuno di Anatolia yang membangun kerajaan di Asia Barat pada milenium kedua sebelum masehi. Hurri bangsa kuno yang hidup di Suriah dan Mesopotamia sekitar 1500 S.M. Ibid hal 10.
[28] George A. Barton, Semitic and Hamatic Origin ( Philadelphia, 1934), hal 85-87; Ignace J. Gelb, Hurrian and Subarian ( Chicago, 1944), hal. 69-70.
[29] Injil berbahasa Latin yang ditulis oleh St. Jerome pada abad ke 4.
[30] Hosea 9:10. Yeremia 2:2. Yoel 32:10
[31] Kosakata bahasa Arab yang berasal dari bahasa Ethiopia seperti Burhan (bukti), hawariyun, jahanam (neraka berasal dari bahasa Ibrani), malak (malaikat, berasal dari bahasa Ibrani), Mihrab, minbar, mush haf (kitab suci), syaitan (setan), memperlihatkan pengaruh Abyssinia Kristen terhadap Hijaz Muslim. Lihat Al-Suyuthi mengutip pada bab 38 dalam bukunya, al-itqan (Kairo, 1925), jilid I, hal 135-141, 118, berbagai kosakata asing dalam AlQuran.
[32] Kitab Kejadian 36: 10-14; I Bab I: 35-37
[33] B. Moritz dalam Zeitschcrif fur die Alttestamentliche Wissenchaft, jilid III (1926), hal 81; D.S. Margoliouth, The Relation between Arabs and Israeelites (London, 1924), hal. 8, 15. Lihat juga James A. Montgomery, Arabia and the Bible (Philadelphia, 1934), hal 149
[34] Lihat Kejadian 37:36. Yang menjelaskan ihwal Yusuf memasuki tanah Mesir dan dibeli sebagai budak oleh raja Mesir.
[35] Papirus Anastasi, dokumen ini dinamai sesuai dengan nama konsul Swedia di Mesir, Signor Anastasi. British Museum membeli Papirus ini darinya pada tahun 1839. Bandingkan dengan Kejadian 47:4.
[36] Pritchard (1950:441)
[37] Lihat Fakk’Asrar Dzi Al-Qarnain Wa Ya’juj Wa Ma’juj. Syaikh Hamdi bin Hamzah Abu Zaid. Almahira, hal 66. Bandingkan dengan History Testifies to the Infallibility of the Quran. Dr. Louay Fatoohi, Prof. Shetha Al-Dargazelli. Hal 62. Mengenai arti dan asal usul bangsa Hykos.
[38] Al-Quran. Surah Yusuf 51. Bandingkan dengan Kejadian 47:11. ( “ Yusuf menunjukkan kepada Ayahnya dan saudara – saudaranya tempat untuk menetap dan memberikan kepada mereka tanah milik di tanah Mesir … seperti yang di perintahkan Firaun.”)
[39] Lihat Fakk’Asrar Dzi Al-Qarnain Wa Ya’juj Wa Ma’juj. Syaikh Hamdi bin Hamzah Abu Zaid. Almahira, hal 68
[40] Keluaran 1 : 1-22
[41] Lihat Keluaran 2 : 1-10
[42] Bilangan 14: 26-35. Bandingkan dengan Al-Quran surah Al-Baqarah 40 – 74. Mengapa kaum Yahudi begitu mudah ingkar dan sulitnya bersyukur atau kenikmatan yang telah diberikan kepada mereka.
[43] Ulangan 34 : 7
[44] Lihat Al-Maidah 21,22,24
[45] Lihat Al-Maidah 26
[46] Lihat Philps K Hitti History of Arabs, yang mengatakan bahwa Musa dan kaumnya bermukim di Madyan, sebelah Selatan Sinai dan daerah bagian timurnya. Hal 50
[47] Lihat Amos 9:7, Yeremia 47:4, Ulangan 2:23, Kejadian 10:14
[48] Lihat Hadist Nabi Muhammad yang di riwayatkan Abdulah bin Amer. “Beliau bersbada, “Ketika Nabi Sulaiman bin Dawud selesai membangun Baitul Maqdis, maka ia meminta tiga perkara kepada Allah SWT. Pemerintahan yang sesuai dengan hukum Allah, kerajaan yang tidak bandinganya setelahnya dan tidak ada seorangpun yang datang ke Masjid ini kecuali untuk shalat di dalamnya, maka pasti keluar semua dosa-dosanya sebagaimana ia dilahirkan. Nabi Muhammad SAW berkata, adapun dua permintaan dikabulkanya, dan aku berharap yang ketiganya diberikan kepadaku.
[49] Al Quran. Al-A’raf 137. Al-Isra 1, Al-Anbiya 71, 81, Saba 18.
[50] Al Quran. Al-Maidah 21.
[51] Lihat dan bandingan Bibel, Bilangan 1 : 46. Ulangan 7 : 1, 7 ; 9 : 1 dan 11 : 23. Lihat Keluaran 1 : 15 yang hanya mengatakan bahwa hanya ada 2 bidan yang mengawasi para perempuan Israel.
[52] Para peneliti Modern sepakat bahwa 600.000 adalah jumlah yang terlalu dibesar – besarkan. Lihat di Philip Hyatt. Commentary on Exodus, London: Oliphants, 1971 : 139. Bandingkan dengan Dever, W. G. How to Tell a Canaanite from an Israelite. Dalam H. Shanks. Lihat juga The Rise of Israel, Washington : Biblical Archeological Society, 25 – 56. (mengenai kerancuan sejarah/historis exodus bangsa Yahudi di Mesir dalam Bibel)
[53] Kontradiksi di dalam Bibel mengenai jumlah Bani Israel saat Eksodus. Lihat History Testifies to the Infallibility of the Quran. Dr. Louay Fatoohi, Prof. Shetha Al-Dargazelli. BAB 8, Hal 237.
[54] James Barrat, (English/Spanish) National Geographic,. [Jerusalem's Holiest Places], (2006)
[55] G.Johannes Botterweck, Helmer Ringgren (eds.) Theological Dictionary of the Old Testament, (tr.David E.Green) William B.Eerdmann, Grand Rapids Michigan, Cambridge, UK 1990, Vol. VI, p.348
[56] EA287 Abdi Hiba of Jerusalem to the king, No. 3 The El Amarna Letters from Canaan
[57] Bandingkan dengan Kejadian 10 : 6, 13, yang menjelaskan siapa itu bangsa Filistia. Ulangan 2 : 23 yang menjelaskan orang – orang Kaftor yang mendiami Gaza. Yeremia 47 : 1-4 tentang orang Kaftorrism/Filistin di Gaza. 1 Sam 30:14, yang mendefinisikan orang filistin. Lihat Yosua 13:3 yang menjelaskan bahwa bangsa Filishtin menguasi kota di tepi pantai Gaza, Askelon, Ekron, dan Gad. Lihat Yeh 25 : 15 -16 tentang orang Filishtin di tepi pantai Gaza. 1 Sam 14 : 1,6 tentang Filishtin yang tidak (bersunat) lihat juga 1 Sam 17:26b. Semua kabar dari Bibel menjelaskan dengan keliru tanah yang disebutkan sebagai tanah suci, Ibrahim tidak tinggal yang disebutkan oleh Bibel dalam hal ini. Artinya, penjelasan mengenai bangsa yang pertama kali tinggal di “tanah suci” bukanlah yang seperti yang di gambarkan oleh Bibel. Pertanyaanya apakah orang Palestina menyebut mereka dari bangsa Kaftor atau filishtin padahal mereka berbahasa Arab dan berbudaya Arab, seperti bangsa – bangsa di Timur Tengah. Bukan seperti bahasa orang Kreta dan berbudaya seperti orang – orang Latin/Yunani. Suatu kekeliruan yang mengatakan bahwa mereka bukan orang Arab atau keturunan Arab.
[58] Telusuri catatan kaki saya sebelumnya menengenai migrasi bangsa Semit dari semenanjung Arab ke daerah Bulan Sabit Subur dan kawasan Mediterania. Bandingkan dengan Zakharia 9 : 6-7 yang menyebutkan orang Yebus sebagai penduduk Jerussalem yang asli. Apakah Yabusiah sama dengan Yebus, jika sama dari manakah suku bangsa ini, apa bahasanya, dan dari mana mereka berasal sebelum memasuki tanah ini.
[59] Lihat catatan kaki saya mengenai sub bab Musa dan Exsodus. Artinya bagaimana mungkin mereka ( Yahudi/Israel) mengakui sebagai pemilik sah tanah ini, padahal sebelum mereka telah tinggal satu suku bangsa sebagaimana Ayahanda mereka (Ibrahim) yang hijarah dari Ur menuju Kanaan, dan tinggal di tanah yang akan di janjikan untuk keturunannya. Dari fakta sejarah telah mengambarkan dengan jelas kekeliruan hak – hak mereka yang berdasarkan perintah Bibel dan juga klaim mereka yang mengatakan bahwa tanah ini sebelumnya adalah tanah kosong yang tidak berpenghuni ( Lihat A Hidden History of Zionisme, Ralph Schoenman. Santa Barbara, First Edition, 1988. Hal 31. Mitos – mitos yang di bangun oleh Zionisme untuk mengelabui dunia mengenai tanah Palestina. Zionisme dalah hal ini membuat 4 mitos sehingga merekalah yang layak memiliki tanah ini dan bertujuan mengaburkan sejarah tanah itu sendiri.
[60] Lihat Fakk’Asrar Dzi Al-Qarnain Wa Ya’juj Wa Ma’juj. Syaikh Hamdi bin Hamzah Abu Zaid. Almahira, hal 66. Bandingkan dengan History Testifies to the Infallibility of the Quran. Dr. Louay Fatoohi, Prof. Shetha Al-Dargazelli. Hal 62. Mengenai arti dan asal usul bangsa Hykos.
[61] Lihat catatan kaki no 44 mengenai hal ini
[62] Lihat Al-Maidah 22. Bandingkan dengan Bilangan 14: 26-35. Bandingkan dengan Al-Quran surah Al-Baqarah 40 – 74. Mengapa kaum Yahudi begitu mudah ingkar dan sulitnya bersyukur atau kenikmatan yang telah diberikan kepada mereka.
[63] Lihat Kejadian 10:14. Tarawikh 1:12
[64] Amos 9:7
[65] History Of Arabs. Philips K. Hitti. Hal 139. Bab 13
[66] Bandingkan dengan C. Leonard Wooley, The Sumerrians (Oxpord, 1929), hal 5-6
[67] Suku – suku yang di Usir pada masa Rasullulah karena melanggar perjanjian, suku dari bani Nadhir, bani Quraidhah.
[68] Fiqhus Sirah : Dirasat Minhajiah Iimiyah Li-Siratil Mustafa ‘ Alaihi Shalatu wa-Salam. Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthy. (Darul Fikr, Libanon 1977) hal. 241. Pengusiran kaum Bani Nadhir terjadi pada Rabiul Awal tahun keempat Hijriah.
[69] Israeli Mirror,21 Collingham Rd., London SW5 ONU, UK.
Arif Rahman nasution