AGAMA Islam disalahartikan sehingga kerap dijadikan bulan-bulanan dan sasaran fitnah oleh musuh Islam, dan terkadang orang Islam sendiri yang kurang memahami Islam. Hancurnya kehidupan perdamaian manusia yang disebabkan oleh manusia itu sendiri, mulai dari individu hingga berdampak pada lingkungan yang lebih besar. Masih lemahnya kapasitas keimanan terhadap Allah swt kerap menggiring manusia dalam persaingan yang tidak sehat demi mendapatkan kejayaan dan keuntungan bagi pribadi dan golongannya.
Hal tersebut antara lain disebabkan karena sebagian manusia itu kurang percaya adanya Allah swt, dan karena manusia itu terlalu mencintai dirinya sendiri. Bagaimana seseorang dapat mencintai agamanya, sedangkan ia tidak mengerti dan tidak memahami agama yang dipeluknya. Begitu juga dengan seseorang yang kurang yakin terhadap Allah, mana mungkin mampu mengenali penciptanya dengan baik. Jika sudah demikian, manusia itu kurang patuh dan selalu ingkar terhadap perintah dan larangan dari Allah swt.
Sedangkan penyebab yang kedua yang mengakibatkan manusia itu menjadi serakah, mencintai harta yang berlimpah, mencintai kedudukan yang tinggi, mencintai nama yang harum, mencintai anak-isteri yang berlebihan, dan bahkan menjadikan manusia di sekitarnya sebagai lawan atau musuh yang perlu disingkirkan. Hal demikian membawa manusia sangat mencintai kepada dunia dan ingin hidup kekal di dalamnya. Padahal, setiap makhluk yang bernyawa pasti akan merasakan mati dan kembali kepada Allah swt.
Memang kesenangan yang dinikmati oleh orang-orang tersebut tidak akan berlangsung lama. Segala yang dicintai tidak dapat membawanya kepada kebahagiaan yang hakiki. Sebagaimana firman Allah swt: “Katakanlah, kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat lebih baik untuk orang-orang bertakwa” (QS. An-Nisaa:77). Firman Allah selanjutnya: “Dan tiadalah kehidupan di dunia ini hanya permainan dan senda gurau belaka, dan sungguh negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka apakah kamu tidak memahaminya?” (QS. Al-An`am: 32). Kemudian firman Allah: “Dan hendaklah setiap diri (seseorang) memperhatikan apa yang dipersiapkan untuk hari esok” (QS. Al-Hasyr: 18).
Dengan demikian dapat ditarik hikmah dari firman Allah di atas, hendaknya setiap orang memperhatikan apa yang diperbuatnya itu, bermanfaat ataukah tidak. Dan itu sebagai investasi untuk hari kemudian, yaitu hari akhirat. Memang bagi kebanyakan manusia masih sibuk menumpuk harta kekayaan, padahal hartanya itu tidak akan dibawa bersamanya ke tempat istirahat yang terakhir. Ada pula yang sibuk berlomba-lomba mengejar kedudukan/jabatan yang tinggi. Padahal, belum tentu apa yang dikejarnya itu bisa memberikan kebahagiaan di hari akhirat nanti.
Kebenaran hakiki
Semua perilaku tersebut merupakan sebab-akibat hancurnya kehidupan perdamaian manusia yang berasal dari kehidupan manusia itu sendiri yang zalim. Hal ini tidaklah dapat dikatakan mutlak sebagai takdir dari Allah, karena Allah telah menurunkan kebenaran hakiki melalui RasulNya, yakni Islam sebagai agama yang cinta damai, yang sesuai dengan fitrah manusia. Sejalan dengan uraian di atas, firman Allah: “Dan sungguh Kami telah menurunkan kepadamu ayat-ayat (kebenaran), dan tidak ada yang ingkar kepadanya kecuali orang-orang yang fasik (durhaka)” (QS. Al-Baqarah: 99).
Sudah menjadi kewajiban bagi manusia untuk menjaga dan memelihara perdamaian di muka bumi. Mengendalikan kehidupan dengan sikap positif dan sewajarnya, sehingga tercipta kehidupan yang seimbang dan penuh kasih sayang. Perdamaian itu merupakan keseimbangan, jika keseimbangan itu tidak ada, maka terjadilah pertentangan dan konflik antara antaraindividu atau kelompok manusia dengan individu atau kelompok manusia yang lain. Dalam konteks ini dapat ditegaskan bahwa keseimbangan itu adalah seimbangnya unsur-unsur penggerak kehidupan rohani dan jasmani manusia.
Kehidupan lahir itu hanya merupakan akibat dari apa yang dilakukan manusia. Sedangkan kehidupan manusia digerakkan oleh syahwat (hawa nafsu), aqal (akal), dan ghadhab (kegiatan). Apabila semua itu menjadi seimbang, maka hidup manusia menjadi normal dan dalam kewajaran. Atau dengan kata lain, apabila semua itu dapat dikuasai dengan baik, maka tidak akan ada salah satunya yang berlebihan. Dan apabila salah satunya melebihi yang lain (tidak seimbang), maka kehidupan manusia itu pun menjadi tidak normal (tidak wajar).
Ternyata semua unsur penggerak kehidupan rohani manusia itu berasal dari syahwat, sebagai penyebab timbulnya keinginan. Maka dengan demikian, apabila hawa nafsu itu berlebihan, maka keinginan yang timbul pun menjadi tidak wajar bagi kehidupan seorang manusia. Manusia itu sendirilah yang menentukan apakah ia akan menjadi manusia yang baik atau jahat. Hal ini sebagaimana Allah SWT: “Allah tidak menjadikan seseorang dua hati di dalam rongganya” (QS. Al-Ahzab: 4).
Sedangkan syahwat tidak akan sempurna dikendalikan tanpa adanya akal. Sedangkan ilmu, merupakan syarat mutlak penghidupan yang dicerna oleh akal sehingga melahirkan akhlak yang sempurna bagi seorang manusia, dan akhlak yang mulia itu akan terbentuk tanpa adanya ilmu dan pengendalian hawa nafsunya. Maka lahirlah hasilnya, kehidupan perdamaian manusia yang tenteram dan sejahtera. Belumlah terlambat untuk melakukan perubahan positif. Sebelum terbitnya matahari dari barat dan penyesalan yang tiada gunanya, saat kehancuran besar menghentikan putaran waktu.
Dengan memulainya dari diri sendiri (individual) demi terciptanya sebuah perubahan dari yang tidak baik menjadi baik, dari yang baik menjadi lebih baik, dan dari yang benar untuk terus menebarkan kebenaran. Dan perhatikan firman Allah swt: “Inilah yang telah dijanjikan kepada setiap orang yang selalu kembali kepada Tuhan dan senantiasa memelihara fitrah dan amal perbuatannya, yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Dalam keadaan menyendiri datang (kepada Allah) dengan hati bertaubat” (QS. Qaaf: 32-33).
Penuh toleransi
Islam adalah agama damai, agama penuh toleransi, agama yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan serta menentang pengrusakan atau pembunuhan, baik dilakukan secara massif atau terhadap individu. Ada lima hak asasi manusia yang sangat dihormati dan dipelihara oleh agama Islam, yaitu agama, nyawa, harta, nasab, dan kehormatan. Siapun yang melakukan pelecehan dan tindak kejahatan terhadap kelima hak asasi manusia tersebut tidak bisa diterima, dan Islam memberikan hukuman yang sangat berat terhadap pelakunya.
Pernyataan tersebut sesuai dengan firman Allah swt: “Barang siapa membunuh seorang manusia bukan karena orang itu membunuh orang lain (bukan karena qishash), atau bukan karena membuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan ia membunuh manusia seluruhnya; dan barang siapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan ia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya” (QS. Al-Maidah: 32).
Agama Islam melarang menggunakan segala cara untuk meraih tujuan, di dalam suasana berkecamuk perang sekali pun, Islam memberikan rambu-rambu dan etika berperang adalah tidak boleh membunuh orang yang telah menyerah, tidak boleh membunuh wanita, orang tua, anak-anak, tidak boleh merusak tanaman, dan tempat ibadah. Bagi tawanan perangpun dalam Islam juga dijaga dan diperlakukan secara manusiawi. Maka untuk itu, setiap tindak kekerasan, pembunuhan atau pemboman, maka tindakan itu tidak bisa ditolelir, tidak bisa diterima, siapapun pelakunya, apapun agamanya.
* Dr. H. Ramli Abdullah, M.Pd, Dosen Fakultas Tarbiyah dan Program Pascasarjana IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Email: ramliabdullah@yahoo.com