Beranda » Kejadian Menjelang G30S dan Para Pelakunya

Kejadian Menjelang G30S dan Para Pelakunya



Cerita tentang peristiwa G30S sepertinya tak pernah ada habisnya. Harus diakui bahwa peristiwa ini menarik ditilik dalam perspektif sejarah. Sampai kini para sejarawan masih tetap mencoba menguak tabir rahasia dari peristiwa kelam ini. Kisah G30S merupakan tragedi yang dramatis layaknya drama Shakespeare. Peristiwa ini juga melibatkan banyak intrik intelejen yang penuh misteri seperti cerita detektif. Penulis sengaja tidak mencantumkan /PKI (Partai Komunis Indonesia) setelah G30S. mudah-mudahan tulisan ini bisa menambah kita melihat peristiwa ini lebih jujur dan objektif.
KEJADIAN MENJELANG G30S
Istilah “G30s” ini sendiri terasa ganjil. Mengapa aksi yang jelas-jelas jatuh pada tanggal 1 Oktober, tapi kemudian disebut sebagai aksi 30 September? Menurut sejarawan, rencana aksi penculikan ini molor satu hari akibat kendala teknis. Ada beberapa kejadian yang menarik untuk dicermati sebelum pecahnya G 30 S PKI, antara  lain:
- 23 Mei 1965 - Rapat Raksasa Hari Lahir ke-45 PKI di Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta.
Pesta sangat meriah ini dibanjiri oleh begitu banyak kader, simpatisan dan ormas/underbow PKI yang militan dari seluruh Indonesia. Bung Karno berkenan untuk menghadirinya. Poster Karl Marx dan Lenin terpampang dengan megahnya. Bisa dibilang inilah aksi unjuk kekuatan terbesar PKI yang pernah ada. PKI saat itu sudah menjelma menjadi partai besar dengan mobilitas tinggi, berpengaruh dan memiliki jumlah pengikut sangat besar saat itu (kira-kira 6 juta jiwa tersebar di seluruh Indonesia). Pulau Jawa adalah kekuatan dan basis paling dominan PKI.
- 26 Mei 1965 - Dokumen Gilchrist dan Isu Dewan Jenderal
Andrew Gilchrist adalah Duta Besar Inggris untuk Indonesia. Konon awal ditemukannya  dokumen ini dari aksi sepihak komunis yang menyerobot villa Bill Palmer, seorang produser film AS, di daerah Puncak. Kalimat our local army memancing kemarahan banyak pihak, terutama PKI yang makin mencuatkan isu Dewan Jenderal. Kemudian dokumen ini dibawa oleh Subandrio (Menlu/Kepala Badan Pusat Intelejen [BPI]) ke hadapan Bung Karno yang segera mengumpulkan seluruh panglima angkatan bersenjata. Panglima AD, Letjen Ahmad Yani membantah isu dewan jenderal. Insiden ini kemungkinan besar adalah permainan intelejen asing dan lokal untuk memprovokasi PKI agar melakukan tindakan konfrontasi langsung dan
aksi sepihak terhadap AD.
- Juli dan Agustus 1965 - Sakitnya Bung Karno
Sampai tahun 1965, kharisma Bung Karno masih terlalu kuat. Beliau merupakan pemimpin  dunia yang amat disegani dan berpengaruh. Selain itu, beliau juga dicintai rakyatnya. Bung Karno menciptakan begitu banyak kebijakan berdasarkan ide kreatifnya sendiri: Demokrasi Terpimpin, Manipol Usdek, Berdikari, Trisakti dan Nasakom. Bung Karno adalah kekuatan yang mengakar dan memiliki pendukung fanatik mulai dari rakyat jelata hingga jenderal berbintang. Saat itu tak ada kekuatan manapun yang dapat menandingi kepemimpinan Soekarno. Jadi, jika sekiranya saat itu PKI berpikir untuk menggulingkan Soekarno itu adalah tindakan bunuh diri. Namun, sakitnya Bung Karno menimbulkan kerisauan di kalangan elit. Spekulasi tentang siapa kira-kira yang akan menggantikan Bung Karno jika beliau mangkat. Selama ini, Bung Karno selalu menjadi kekuatan penyeimbang antara PKI dan AD. Goyahnya posisi Bung Karno akan menggoyahkan kesetimbangan ini, dan yang lebih dirugikan adalah posisi PKI.
PARA PELAKU G30S
- Aidit dan Biro Khusus
Perlu diketahui, walaupun PKI merupakan partai yang amat berpengaruh saat itu, tapi  justru di dalam pemerintahan perannya dibatasi oleh Bung Karno. Dalam kabinet Dwikora (1963 - 1966) wajah-wajah menteri justru didominasi oleh kalangan Angkatan Darat. Dwifungsi ABRI di era Demokrasi Terpimpin sudah lama berjalan dengan mantap berkat jasa Jenderal AH Nasution (Menhankam/KASAB), perwira AD yang paling senior. Hanya ada dua nama petinggi PKI yang diangkat jadi menteri dengan wewenang yang tidak strategis, yakni: DN Aidit (Menteri/Wakil Ketua MPRS), dan Nyoto (Menteri Negara). Selaku Ketua CC PKI, Aidit membentuk Biro Khusus yang berisifat klandestin (rahasia, terlepas dari struktur partai) yang bertanggung jawab langsung kepada Ketua. Sebagai ketuanya diangkatlah Syam Kamaruzaman. Tugas Biro Khusus ini bersifat intelejen: merekrut dan mengkader perwira-perwira AD yang memiliki kesamaan ideologi dan simpatik dengan perjuangan PKI.  Dari sinilah kemungkinan muncullah nama-nama: Brigjen Soepardjo, Kolonel Latief dan Letkol Untung. Tiga nama tadi adalah yang merupakan perencana aktif G30S). Aidit tidak secara langsung terlibat di dalamnya (Kemungkinan untuk menjaga sifat kerahasiaan).
- Intelejen Angkatan Darat (KOSTRAD)
Tahun 1965 begitu banyak intelejen. Hampir semua instansi, partai, ormas, kesatuan  memiliki inteljennya masing-masing. Wajar jika berseliweran banyak kabar-kabar yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Kepala Intelejen AD saat itu dijabat oleh Mayjen S. Parman.  Naasnya, beliau justru tidak mengetahui kabar tentang adanya rencana penculikan para jenderal AD dan menjadi salah satu korban penculikan. Di dalam buku otobiografi Soeharto (Soeharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan saya) di malam penculikan Soeharto mengaku didatangi oleh Kolonel Latief yang mengancam akan membunuhnya di RS Gatot Soebroto. Adalah tindakan yang amat bodoh jika benar Kolonel Latief bertindak seperti itu, karena akan berakibat berantakannya semua rencana yang sudah dirancang. Menurut pengakuan Kol.Latief, beliau malam itu menghadap Soeharto untuk memberitahukan rencana penculikan dan meminta arahannya. Saat itu Soeharto hanya terdiam saja. Siapa yang benar, kita tidak tahu. Jika Kol. Latief benar, maka Mayjen Soeharto adalah termasuk terlibat G30S, minimal tidak mencegah peristiwa itu. Jika pernyataan Soeharto yang benar, maka tindakan Mayjen Soeharto selanjutnya menunjukkan inkonsistensinya. Menurut Soeharto, setelah mendapat ancaman, di malam itu ia pulang dan tidur di rumahnya. Ini sangat aneh, setelah mendapat ancaman akan dibunuh, Soeharto dengan tenang bisa tidur tanpa melakukan tindakan yang berarti. Jika kita meniadakan alibi Soeharto ini, maka kesimpulan penulis bahwa ada kegiatan-kegiatan intelejen yang terencana di Markas Kostrad. Para ahli  intelejen di markas KOSTRAD itu antara lain Yoga Soegama, Ali Moertopo dan LB Moerdani.  Penulis meyakini menjelang malam penculikan, Mayjen Soeharto tidak tidur di rumahnya, melainkan berada di Markas Kostrad dan sedang mengatur rencana memukul balik dengan taktis aksi G30S ini.

Catatan Tambahan:

- Kolonel Latief adalah Komandan Brigif Kodam JAYA. Beliau merupakan anak buah Soeharto ketika berjuang di aksi Serangan Fajar di Yogya ,  1949. Hubungan beliau sebelum meletusnya G30S sangat baik. Latief pernah menawarkan rumah dinasnya untuk ditukar dengan rumah dinas Soeharto yang kecil.
- Letkol Untung adalah Komandan Cakrabirawa (Pengawal Istana Presiden). Sama dengan Soeharto, untung juga berasal dari Divisi Diponegoro, kenal baik dengan Soeharto. Saat Untung menikah, Soeharto dan istrinya menyempatkan datang ke Kebumen. Di dalam penjara, Letkol Untung sangat yakin beliau tidak akan dihukum mati. Sayang, keyakinannya berlainan dengan kenyataan.
- Syam Kamaruzaman selama dalam tahanan menempati sel VIP dengan perlakuan istimewa. Diduga Syam adalah agen ganda (double agent) binaan tentara yang bertujuan juga untuk menghancurkan PKI.

Depe





Powered by Blogger.