Beranda » Sejarah Intervensi AS: Ada Minyak, di Balik “Perang-Perangan” Vietnam (1)

Sejarah Intervensi AS: Ada Minyak, di Balik “Perang-Perangan” Vietnam (1)



Pernah menonton Film Rambo, seorang veteran prajurit Amerika yang dianggap pahlawan gagah berani dalam perang Vietnam? Film yang dibintangi oleh aktor Silverster Stallone itu dianggap sebagai bagian dari upaya Amerika untuk menutupi kekalahan prajurit Amerika dalam perang Vietnam yang berkepanjangan (1955-1975). Benarkah tentara AS memang “kalah”?

Adalah menarik tulisan Marshall Douglas Smith (2005) yang berjudul Black Gold Hot Gold. Seorang profesional dan praktisi bisnis perminyakan di AS ini menyebutkan bahwa perang Vietnam sebenarnya hanyalah “perang-perangan” yang sengaja dibuat untuk menutupi kepentingan bisnis minyak di sepanjang lepas pantai Vietnam, atau Laut Cina Selatan. Menurutnya, perang vietnam adalah perang yang sengaja tidak untuk dimenangkan. Mengapa? Karena, tujuannya memang bukan untuk kemenangan perang, namun sekedar untuk mengelabui kegiatan survei kandungan minyak di lepas pantai Vietnam.


Pada tahun 1945, sekitar akhir Perang Dunia II, ketika Jepang menyerah, Jenderal Douglas MacArthur menjadi Gubernur militer Jepang. Asisten Mac Arthur adalah Laurence Rockefeller, salah satu dari empat cucu John D. Rockefeller, pendiri raksasa perusahaan minyak AS, Standar Oil. Tepat sebelum Jepang menyerah, AS telah mempersiapkan invasi besar-besaran dengan menimbun banyak senjata dan amunisi di pulau Okinawa, sebagai basis pertahanannya. Sebuah persediaan persenjataan yang sangat cukup untuk menyerang Jepang. Apa yang pernah terjadi pada semua perlengkapan militer itu?



Oleh Laurence, sebagian besar senjata itu dijual kepada pemimpin Vietnam, Ho Chi Minh dengan harga sangat murah, atas dasar jasa baik Ho. Alasannya, Ho Chi Minh dianggap telah membantu sekutu dalam melawan Jepang selama perang. Namun demikian, alasan yang sesungguhnya adalah terkait dengan buku yang ditulis oleh Herbert Clark Hoover, seorang insinyur pertambangan dan ahli geologi dunia, yang kemudian menjadi presiden AS ke-31 (1929-1933). Dalam bukunya yang terbit tahun 1920, Hoover menyebutkan adanya potensi cadangan minyak sangat besar pada daerah sepanjang pantai Indo-China, atau yang kemudian dikenal dengan Vietnam.



Masalahnya, saat buku itu diterbitkan, Vietnam masih dikuasai (dijajah) oleh Perancis. Sementara itu, metode survei dan teknik pengeboran minyak lepas pantai belum berkembang seperti sekarang. Jelang kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, kesempatan untuk menguasai daerah cadangan minyak itu terbuka. Caranya, adalah dengan melakukan penjualan senjata dengan harga murah kepada Ho Chi Minh yang dimaksudkan agar dapat mengusir Perancis dari Vietnam.


Rockefeller Laurence berpikir bahwa ia akan bisa menipu Ho Chi Minh dengan menawarkan senjata untuk mengusir Perancis, kemudian Standar Oil akan mengambil alih ladang lepas pantai yang belum berkembang. Namun, pada tahun 1954, ketika Vietnam, melalui Jenderal Giap akhirnya berhasil mengalahkan dan mengusir Perancis di Dien Bien Phu, ternyata Ho mengingkari kesepakatan. Mengapa? Karena, ternyata rahasia buku Hoover telah diketahui oleh banyak pihak, termasuk Perancis, Vietnam, Jepang dan Cina. Itulah pula, mengapa sekitar tahun 1950-an, sejak lepasnya Vietnam, Perancis cukup sewot terhadap AS, dimana Presiden Perancis Charles De Gaul ingin keluar dari NATO.



Ho Chi Minh dianggap tidak akan membiarkan Standard Oil seenaknya dalam menguasai ladang minyak Vietnam. Maka, Vietnam pun dicap sebagai negara komunis, karena memiliki pandangan bahwa minyak adalah dikuasai oleh negara, milik masyarakat, sehingga tidak ada ruang bagi perusahaan minyak swasta, seperti Standar Oil untuk mengembangkan bisnisnya. Rencana perlawanan pun disusun dengan “menyewa” anak muda Amerika berperang melawan Vietnam “komunis”. Komunisme menjadi isu Amerika dalam membenarkan intervensi dan peperangan di Vietnam.


Selanjutnya, terjadilah perang Vietnam selama 20 tahun (1955-1975), yang menurut Smith tak lain adalah sebuah penipuan minyak. Amerika melawan tentara Vietnam yang senjatanya diperoleh dari AS sendiri dengan harga sangat murah. Pertanyaan yang muncul, meskipun senjata AS sangat unggul dan telah kehilangan 57.000 orang Amerika, dan 500.000 orang Vietnam, mengapa AS tidak berhasil memenangkan “perang?”.



Mengapa Presiden AS memerintahkan tentaranya yang dipastikan mereka tidak akan menang? Mengapa Henry Kissinger, seorang asisten pribadi untuk Nelson Rockefeller (Wapres AS 1974-1977) menghabiskan begitu banyak waktu di Paris untuk pembicaraan damai, dan tidak pernah pergi secara langsung ke Vietnam selama bertahun-tahun? Jawabannya, adalah amat mungkin bahwa memenangkan “perang” itu bukan bagian dari rencana para penguasa bisnis energi. Sangat mungkin, bahwa lamanya waktu “perang” adalah jauh lebih penting dari kemenangan atas perang itu sendiri.*** By Srie.

Salam PersahabatanSrie

(Bersambung…..

Sri Endang Susetiawati





Powered by Blogger.