Beranda » "Jangan Sampai Gunung Padang Jatuh ke Asing"

"Jangan Sampai Gunung Padang Jatuh ke Asing"



Proses ekskavasi di Gunung Padang, CianjurProses ekskavasi di Gunung Padang, Cianjur
(VIVAnews/ Muhamad Solihin)
Sengaja tidak melibatkan pihak asing dalam penelitian Gunung Padang.
Sudah lama tumpukan batu-batu persegi besar di atas Gunung Padang diketahui penduduk sekitar. Mereka mengkeramatkannya dan menganggapnya sebagai lokasi Prabu Siliwangi berusaha membangun istana dalam semalam.

Keberadaannya baru tersebar secara luas oleh Sejarawan Belanda, N. J. Krom pada tahun 1914. Gunung Padang tak pernah diteliti Belanda, Krom kala itu hanya menyebutnya sebagai makam purba yang terdiri dari empat teras. Sempat dilupakan, masyarakat kembali melaporkannya pada 1979, yang dilanjutkan dengan penelitian oleh Puslit Arkenas.

Baru-baru ini, penelitian kembali dilakukan oleh Tim Terpadu Penelitian Mandiri. Tak hanya di permukaan, tim yang terdiri dari ilmuwan anak negeri berniat menguak rahasia Gunung Padang dengan penelitian ilmiah dari berbagai disiplin ilmu, di antaranya geologi, arkeologi, arsitektur, antropologi.

Asisten Staf Khusus Presiden bidang Bantuan Sosial dan Bencana Dr Didit Ontowriyo mengatakan, pihaknya sengaja tidak melibatkan pihak asing dalam penelitian Gunung Padang. "Kami bertekad jangan dari asing, ilmuwan dalam negeri mampu," kata dia kepada VIVAnews, Kamis 2 Agustus 2012.

Jika penelitian melibatkan bantuan uang dari pihak asing, peneliti Indonesia tak berhak mempublikasikannya. "Publikasi ditahan tiga tahun, ke luar atas nama mereka," kata dia.

Apalagi, dia menambahkan, hampir semua penelitian purbakala dilakukan orang luar, seperti halnya Borobudur. "Ada juga risikonya, kita kehilangan artefak-artefak berharga yang saat ini masih bertebaran di luar negeri," kata dia.

Kasus Mesir juga menjadi pelajaran. Bangsa yang kaya dengan warisan purbakala dan piramida yang menjulang megah hanya sedikit mengambil pelajaran dari proses penguakannya. Sebab, nyaris seluruhnya dilakukan bangsa-bangsa asing yang melakukan proses penggalian dan pengungkapan. "Heritage, warisan leluhur gagal dipertahankan. Dibawa ke Inggris, ke negara lain, local aknowledge hilang," kata dia.

Justru melalui proses yang bisa jadi makan waktu sangat panjang, akan diperoleh pelajaran yang berharga, baik bagi para ilmuwan yang terlibat juga bagi masyarakat. Jangan lupa, Borobudur yang megah pun saat ditemukan hanya berupa onggokan bukit batu yang ditumbuhi semak dan pepohonan.

"Gunung Padang ibaratnya "perpustakaan besar" untuk dibaca oleh kita, bangsa Indonesia sendiri," kata Didit. Dengan menguak bangunan yang relatif maju, kita juga menelusuri masyarakat seperti apa yang mampu membangunnya.

Sementara, Ketua Tim Arkeolog, Ali Akbar mengatakan, jika terbukti Gunung Padang adalah bangunan peninggalan peradaban maju, itu akan membangkitkan kebanggan kita sebagai bangsa. Seperti halnya arti Machu Picchu bagi Peru. "Peru yang negaranya tak maju pun bisa punya kebanggan diri, legitimasi dan identitas kultural," kata dia.

Padahal, Manchu Picchu lebih muda dari Borobudur, apalagi Gunung Padang yang punya dua versi usia peradaban, 2.500 SM dan 10.000 SM.

"Bangsa bisa naik bisa turun, tapi bagi yang pernah ditinggali kejayaan luar biasa itu bisa menjadi penyemangat. Bukan tak mungkin sejarah berulang, kejayaan akan terulang," kata dia. "Bahwa Indonesia adalah keturunan dari bangsa besar, bukan bangsa "tempe"."

Ali Akbar berharap Gunung Padang bisa dikuak kemegahannya ke publik. "Apa yang luar biasa di mata kami para ilmuwan bisa juga disaksikan masyarakat luas," kata dia.

Namun, dia menambahkan, untuk menguak bentuk Gunung Padang memerlukan sumber daya besar dan waktu yang lama. "Bagi saya, yang penting penelitian ini ditindaklanjuti, jangan diabaikan. Yang penting jangan oleh asing, cukup bangsa sendiri," kata dia.

Sebelumnya, Danny Hilman Natawijaya, Ketua Tim Terpadu Penelitian Mandiri Gunung Padang, mengatakan pembuktian situs megalitik Gunung Padang menegaskan bangsa Indonesia bukan bangsa kacangan. Situs ini membuktikan adanya kemampuan teknologi hingga sosial budaya nenek moyang yang jauh lebih modern dari catatan sejarah ilmu pengatahuan dan peradaban yang diyakini selama ini.

(sj) VN



Powered by Blogger.