Nama Roosseno identik dengan bangunan-bangunan bersejarah di Tanah Air. Turut berperan dalam pengembangan ilmu teknik.
Gemuruh tepuk tangan para insinyur membahana. Mereka semangat mendengar pidato Prof. DR Ir. R. Roosseno Soerjohadikoesoemo. “Insinyur Indonesia tidak kalah pandai dengan insinyur asing. Jangan mudah menyerah, dan jangan merasa rendah diri dengan insinyur asing,” kata Roosseno, di Hotel Indonesia, pada Februari 1973.
Saat itu, seperti tertulis dalam buku Cakrawala Roosseno diterbitkan Yayasan Obor Indonesia tahun 2008, dia membangkitkan nasionalisme mereka. “Kita harus jadi tuan rumah di negara sendiri. Jika diberi kesempatan, tenaga ahli nasional dapat diandalkan menangani proyek-proyek besar, bahkan lebih dari konsultan asing,” ujar Roosseno.
Pria yang dikenal sebagai Bapak Beton Indonesia itu membuktikan ucapannya. Roosseno berhasil merestorasi salah satu keajaiban dunia, Candi Borobudur. Dia menjadi ketua tim megaproyek itu sejak 1969. Pengerjaannya yang memakan waktu sepuluh tahun lebih itu melibatkan para ahli terkemuka dari Jepang, Amerika Serikat, Belgia, Jerman (Barat), dan Indonesia. Organisasi Kebudayaan Perserikatan Bangsa- Bangsa (UNESCO) mengakui, restorasi Candi Borobudur adalah proyek pemugaran monumen Budha paling akbar dalam sejarah.
Jejak pria kelahiran Madiun, Jawa Timur, 2 Agustus 1908 ini, juga tampak dalam sejumlah mahakarya arsitektur di Tanah Air. Nama Roosseno lekat dengan pembangunan Gedung Pola, Kompleks Asian Games Senayan, Hotel Indonesia, Jakarta By-Pass, Tugu Monumen Nasional (Monas).
Salah satu kejeniusannya terlihat dalam pembangunan tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia. Lokasi berdirinya tugu tersebut adalah rawa dengan kontur tanah yang tidak stabil. Tapi ia berhasil memancangkan tiang beton di sana. Tugu itu pun berdiri tegak hingga sekarang.
Dia dikenal berteman dekat dengan Bung Karno. Keduanya juga lulusan Techniche Hoogeschool (THS) Bandung, sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada masa perjuangan, mereka sempat bekerja sama mendirikan perusahaan konstruksi, PT Roosseno – Soekarno.
Namun, kesibukan Soekarno sebagai tokoh pergerakan membuat banyak pekerjaan ditangani sendiri oleh Roosseno. “Ayah saya yang menggambar dan menghitung, Bung Karno pidato. Ayah saya kadang-kadang cerita, pembagian tugasnya memang begitu. Tapi pembagian honornya 50:50,” ujar Toeti Heraty, anak Roosseno, sambil tersenyum, kepada Prioritas, pekan lalu.
Kedekatan itu pula, kata putri pertama Roosseno ini, yang membuat Soekarno meminta Roosseno bergabung dalam kabinetnya sebagai Menteri Pekerjaan Umum. Saat itu, semua mimpi Soekarno untuk membangun sejumlah mahakarya arsitektur dapat dijawantahkan oleh karibnya tersebut.
Roosseno juga berperan dalam pengembangan ilmu teknik di dunia pendidikan. Ia adalah salah satu dari pendiri Universitas Gadjah Mada dan menjadi dekan pertama fakultas teknik. Di usianya yang masih muda, pada 1935, ia sudah menjadi asisten Profesor Geodesi THS, sekarang Institut Teknologi Bandung.
Di masa kolonialisme Jepang, nama besarnya di bidang teknik sipil membuat dia dianugerahi Guru Besar (Kyodju) Ilmu Beton di Bandung Kogyo Daigaku. Peran Roosseno terus berlanjut, di antaranya dengan mendirikan Sekolah Teknik di Jakarta.
Pada 1951, Rooseno membangun usaha bersama koleganya. Mereka mendirikan biro hukum bernama Biro Oktroi Roosseno-Elan. Tapi, dia yang tak pandai bisnis akhirnya menjual perusahaannya itu.
Sebagai pebisnis, Toeti mengenang, ayahnya kalah pintar dibanding para koleganya. Tak jarang, koleganya yang lebih meraih keuntungan. Dalam berbisnis, ayahnya selalu mengatakan, “Yang penting bukan kelerengnya, tapi permainannya.”
Penyuka Eksakta
Sosok Roosseno dikenal sebagai pakar konstruksi, beton bertulang, jembatan, gedung bertingkat, pakar beton pratekan, dan pakar rekayasa teknik. Namun, di balik itu, dia ternyata seorang penyendiri. “Teman dekatnya itu Gauss, Albert Einstein, Isaac Newton. Karena dia lebih akrab berdialog dengan rumus-rumus dibanding dengan orang yang hidup. Itu yang membuat Roosseno menjadi cendekiawan kelas dunia,” kata Eka Budianta, penulis biografi Roosseno.
Eksakta, bidang yang sangat ia gemari, menjadi disiplin ilmu yang sangat ia tekankan dalam pendidikan anak-anaknya. Kendati tak menganggap bidang lain kurang penting, “Dia lebih memprioritaskan kita dibesarkan dengan ilmu-ilmu eksakta,” ujar Toeti Heraty, anak Roosseno, mengenang tuntutan ayahnya.
Karena itu, Rosseno sempat kecewa saat Toeti memutuskan berhenti dari Fakultas Kedokteran. Toeti, yang kini Guru Besar Filsafat Universitas Indonesia, ingin mengambil psikologi di salah satu universitas di Belanda. Dengan mimik serius, sang ayah mengatakan, “Ini kekecewaan terbesar dalam hidup saya. Tapi terserah, saya bebaskan kamu. Kalau perlu biaya untuk buku dan lain-lain, tentu saya penuhi,” ujar Toeti mengutip perkataan sang ayah.
Kesahajaan, disiplin, kerja keras, tekun pada bidang yang digeluti merupakan nilai-nilai yang ia terapkan pada pendidikan anak-anaknya. Penggemar tembang Sepanjang Jalan Kenangan dan Once I have a Secret Love ini, dikenang sebagai sosok ayah yang amat keras menggembleng anak-anaknya agar berkembang secara intelektual. “Ia sosok yang tak mau memanjakan anaknya,” kata Toeti.
Namun, Roosseno juga dikenang sebagai ayah yang hangat, humoris dan menyenangkan. Ia pun tak pilih kasih kepada anak-anaknya. Makan malam keluarga menjadi saat yang selalu ditunggu bagi anggota keluarga. Ia dan anak-anaknya menjadikan waktu berkumpul tersebut sebagai pertemuan keluarga yang selalu riang dan berisi pembicaraan sehari-hari, termasuk kemajuan belajar anak-anaknya.
Roosseno wafat di Jakarta, 15 Juni 1996. Atas jasa dan prestasinya, pemerintah mengganjarnya Bintang Mahaputra Utama pada 1972. Sikap Roosseno yang bersahaja dan penuh disiplin, kata Eka, membuat dia menjadi teladan dan dihormati hingga kini.[] Anom B Prasetyo
Tentang Roosseno
Nama : Prof. Dr. (HC) Ir. Roosseno Soerjohadikoesoemo.
Lahir : Madiun, 2 Agustus 1908.
Karier
1932-1939 Asisten Profesor Geodesi THS, sekarang Institut Teknologi Bandung.
1935-1939 Insinyur Konstruksi Deputi Menteri Pekerjaan Umum di Bandung.
1939-1943 Insinyur Konstruksi Deputi Menteri Pekerjaan Umum Kediri.
1944-1945 Guru Besar (Kyodju) Ilmu Beton di Bandung Kogyo Daigaku.
1945-1946 Kepala Sekolah Tinggi Teknik Bandung (STT Bandung).
1946-1947 Kepala Sekolah Tinggi Teknik Bandung (STT Bandung) di Yogyakarta.
1949-1953 Konsultan Teknik di Jakarta.
1949-1953 Guru Besar Faculteit van Technische Wetenschap Universiteit van Indonesie Bandung.
1953-1954 Menteri Pekerjaan Umum.
1954-1955 Menteri Perhubungan.
1955-1964 Menteri Ekonomi.
1964-1974 Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Konsultan Teknik/Direktur PT Exakta.
Direktur Freyssinet Indonesia Ltd.
Direktur Biro Oktrooi Patent Roosseno.
Penghargaan
Bintang Mahaputra Utama 1972.
Doctor Honoris Causa ITB, Bandung (1977).
Anom B Prasetyo
Gemuruh tepuk tangan para insinyur membahana. Mereka semangat mendengar pidato Prof. DR Ir. R. Roosseno Soerjohadikoesoemo. “Insinyur Indonesia tidak kalah pandai dengan insinyur asing. Jangan mudah menyerah, dan jangan merasa rendah diri dengan insinyur asing,” kata Roosseno, di Hotel Indonesia, pada Februari 1973.
Saat itu, seperti tertulis dalam buku Cakrawala Roosseno diterbitkan Yayasan Obor Indonesia tahun 2008, dia membangkitkan nasionalisme mereka. “Kita harus jadi tuan rumah di negara sendiri. Jika diberi kesempatan, tenaga ahli nasional dapat diandalkan menangani proyek-proyek besar, bahkan lebih dari konsultan asing,” ujar Roosseno.
Pria yang dikenal sebagai Bapak Beton Indonesia itu membuktikan ucapannya. Roosseno berhasil merestorasi salah satu keajaiban dunia, Candi Borobudur. Dia menjadi ketua tim megaproyek itu sejak 1969. Pengerjaannya yang memakan waktu sepuluh tahun lebih itu melibatkan para ahli terkemuka dari Jepang, Amerika Serikat, Belgia, Jerman (Barat), dan Indonesia. Organisasi Kebudayaan Perserikatan Bangsa- Bangsa (UNESCO) mengakui, restorasi Candi Borobudur adalah proyek pemugaran monumen Budha paling akbar dalam sejarah.
Jejak pria kelahiran Madiun, Jawa Timur, 2 Agustus 1908 ini, juga tampak dalam sejumlah mahakarya arsitektur di Tanah Air. Nama Roosseno lekat dengan pembangunan Gedung Pola, Kompleks Asian Games Senayan, Hotel Indonesia, Jakarta By-Pass, Tugu Monumen Nasional (Monas).
Salah satu kejeniusannya terlihat dalam pembangunan tugu Selamat Datang di Bundaran Hotel Indonesia. Lokasi berdirinya tugu tersebut adalah rawa dengan kontur tanah yang tidak stabil. Tapi ia berhasil memancangkan tiang beton di sana. Tugu itu pun berdiri tegak hingga sekarang.
Dia dikenal berteman dekat dengan Bung Karno. Keduanya juga lulusan Techniche Hoogeschool (THS) Bandung, sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB). Pada masa perjuangan, mereka sempat bekerja sama mendirikan perusahaan konstruksi, PT Roosseno – Soekarno.
Namun, kesibukan Soekarno sebagai tokoh pergerakan membuat banyak pekerjaan ditangani sendiri oleh Roosseno. “Ayah saya yang menggambar dan menghitung, Bung Karno pidato. Ayah saya kadang-kadang cerita, pembagian tugasnya memang begitu. Tapi pembagian honornya 50:50,” ujar Toeti Heraty, anak Roosseno, sambil tersenyum, kepada Prioritas, pekan lalu.
Kedekatan itu pula, kata putri pertama Roosseno ini, yang membuat Soekarno meminta Roosseno bergabung dalam kabinetnya sebagai Menteri Pekerjaan Umum. Saat itu, semua mimpi Soekarno untuk membangun sejumlah mahakarya arsitektur dapat dijawantahkan oleh karibnya tersebut.
Roosseno juga berperan dalam pengembangan ilmu teknik di dunia pendidikan. Ia adalah salah satu dari pendiri Universitas Gadjah Mada dan menjadi dekan pertama fakultas teknik. Di usianya yang masih muda, pada 1935, ia sudah menjadi asisten Profesor Geodesi THS, sekarang Institut Teknologi Bandung.
Di masa kolonialisme Jepang, nama besarnya di bidang teknik sipil membuat dia dianugerahi Guru Besar (Kyodju) Ilmu Beton di Bandung Kogyo Daigaku. Peran Roosseno terus berlanjut, di antaranya dengan mendirikan Sekolah Teknik di Jakarta.
Pada 1951, Rooseno membangun usaha bersama koleganya. Mereka mendirikan biro hukum bernama Biro Oktroi Roosseno-Elan. Tapi, dia yang tak pandai bisnis akhirnya menjual perusahaannya itu.
Sebagai pebisnis, Toeti mengenang, ayahnya kalah pintar dibanding para koleganya. Tak jarang, koleganya yang lebih meraih keuntungan. Dalam berbisnis, ayahnya selalu mengatakan, “Yang penting bukan kelerengnya, tapi permainannya.”
Penyuka Eksakta
Sosok Roosseno dikenal sebagai pakar konstruksi, beton bertulang, jembatan, gedung bertingkat, pakar beton pratekan, dan pakar rekayasa teknik. Namun, di balik itu, dia ternyata seorang penyendiri. “Teman dekatnya itu Gauss, Albert Einstein, Isaac Newton. Karena dia lebih akrab berdialog dengan rumus-rumus dibanding dengan orang yang hidup. Itu yang membuat Roosseno menjadi cendekiawan kelas dunia,” kata Eka Budianta, penulis biografi Roosseno.
Eksakta, bidang yang sangat ia gemari, menjadi disiplin ilmu yang sangat ia tekankan dalam pendidikan anak-anaknya. Kendati tak menganggap bidang lain kurang penting, “Dia lebih memprioritaskan kita dibesarkan dengan ilmu-ilmu eksakta,” ujar Toeti Heraty, anak Roosseno, mengenang tuntutan ayahnya.
Karena itu, Rosseno sempat kecewa saat Toeti memutuskan berhenti dari Fakultas Kedokteran. Toeti, yang kini Guru Besar Filsafat Universitas Indonesia, ingin mengambil psikologi di salah satu universitas di Belanda. Dengan mimik serius, sang ayah mengatakan, “Ini kekecewaan terbesar dalam hidup saya. Tapi terserah, saya bebaskan kamu. Kalau perlu biaya untuk buku dan lain-lain, tentu saya penuhi,” ujar Toeti mengutip perkataan sang ayah.
Kesahajaan, disiplin, kerja keras, tekun pada bidang yang digeluti merupakan nilai-nilai yang ia terapkan pada pendidikan anak-anaknya. Penggemar tembang Sepanjang Jalan Kenangan dan Once I have a Secret Love ini, dikenang sebagai sosok ayah yang amat keras menggembleng anak-anaknya agar berkembang secara intelektual. “Ia sosok yang tak mau memanjakan anaknya,” kata Toeti.
Namun, Roosseno juga dikenang sebagai ayah yang hangat, humoris dan menyenangkan. Ia pun tak pilih kasih kepada anak-anaknya. Makan malam keluarga menjadi saat yang selalu ditunggu bagi anggota keluarga. Ia dan anak-anaknya menjadikan waktu berkumpul tersebut sebagai pertemuan keluarga yang selalu riang dan berisi pembicaraan sehari-hari, termasuk kemajuan belajar anak-anaknya.
Roosseno wafat di Jakarta, 15 Juni 1996. Atas jasa dan prestasinya, pemerintah mengganjarnya Bintang Mahaputra Utama pada 1972. Sikap Roosseno yang bersahaja dan penuh disiplin, kata Eka, membuat dia menjadi teladan dan dihormati hingga kini.[] Anom B Prasetyo
Tentang Roosseno
Nama : Prof. Dr. (HC) Ir. Roosseno Soerjohadikoesoemo.
Lahir : Madiun, 2 Agustus 1908.
Karier
1932-1939 Asisten Profesor Geodesi THS, sekarang Institut Teknologi Bandung.
1935-1939 Insinyur Konstruksi Deputi Menteri Pekerjaan Umum di Bandung.
1939-1943 Insinyur Konstruksi Deputi Menteri Pekerjaan Umum Kediri.
1944-1945 Guru Besar (Kyodju) Ilmu Beton di Bandung Kogyo Daigaku.
1945-1946 Kepala Sekolah Tinggi Teknik Bandung (STT Bandung).
1946-1947 Kepala Sekolah Tinggi Teknik Bandung (STT Bandung) di Yogyakarta.
1949-1953 Konsultan Teknik di Jakarta.
1949-1953 Guru Besar Faculteit van Technische Wetenschap Universiteit van Indonesie Bandung.
1953-1954 Menteri Pekerjaan Umum.
1954-1955 Menteri Perhubungan.
1955-1964 Menteri Ekonomi.
1964-1974 Dekan Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Konsultan Teknik/Direktur PT Exakta.
Direktur Freyssinet Indonesia Ltd.
Direktur Biro Oktrooi Patent Roosseno.
Penghargaan
Bintang Mahaputra Utama 1972.
Doctor Honoris Causa ITB, Bandung (1977).
Anom B Prasetyo