Beranda » Adam dan Hawa: Mankind Is One

Adam dan Hawa: Mankind Is One



Adam dan Hawa Alien? Bukankah Adam tidak diciptakan di bumi, melainkan disuatu tempat di langit ruang angkasa yang bernama surga? Bila disebutkan dibuat dari tanah tentunya itu tanah di surga dan bukan dari planet bumi. Lalu diturunkan ke muka bumi karena dosa makan buah larangan di taman surga itu. Mirip seperti Superman yang dilahirkan di planet Crypton yang dikirim ke bumi dengan kapsul oleh ayahandanya, karena planet itu terancam bencana besar alias kiamat. Tetapi ini menurut lamunan saya, lho. Jangan diambil hati.

AL-FANN AL-QASHASHI FI AL-QURAN AL-KARIM.

Artinya: Al-Quran bukan Kitab Sejarah. Unsur sejarah didalamnya tidak penting. Yang penting adalah hikmah pelajarannya. Demikian M.A. Khalafulah seorang muslim sarjana sastra Arab, dalam disertasinya dihadapan civitas academica Univ. Al Azhar Kairo, 1999.

Hikmah itu, demikian beliau lebih lanjut, bahwa manusia diciptakan untuk menjadi pemimpin di muka bumi. Untuk itu dia harus senantiasa siap menghadapi godaan iblis kapan pun dan dimana pun.

Al Quran [2 : 30-38]

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”

Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .”

Allah berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan ?”

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah 36 kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.

Dan Kami berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini 37 . yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.

Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu 38 dan dikeluarkan dari keadaan semula 39 dan Kami berfirman: “Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.”

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat 40 dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Kami berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
Demikian Tuhan berkehendak menjadikan khalifah di muka bumi. Diciptakannya manusia, makhluq baru bernama Adam, yang berpotensi membuat kerusakan dan menumpahkan darah. Dan Dia Maha Bijaksana, diberi Adam naluri-naluri intelegensia, kehendak, inisiatif, dismpurnakan jiwanya itu dengan naluri kefasikan dan ketakwaan. Kelak di dunia Adam dan keturunannya harus berhadapan dengan iblis yang sakti dan tak terlihat tetapi dapat menggejala dalam wujud siapa saja dan apa saja.

Kisah Menurut Perjanjian Lama.

Sesudah menciptakan alam semesta beserta segala tumbuhan dan hewan di muka bumi, Tuhan berkenan menciptakan seorang manusia dari debu tanah dan meniupkan ke dalam hidungnya nafas kehidupan (breath of life) dan manusia itu menjadi jiwa yang hidup (a living soul). Tuhan juga menyiapkan suatu taman di Eden dengan tetumbuhan dan pepohonan yang indah dan bagus untuk dimakan buahnya; serta ditengah-tengah taman itu pohon kehidupan dan pohon pengetahuan baik dan buruk (good and evil). Di sana mengalir empat sungai Pishon, Gihon, Tigris, dan Euphrates.

Tuhan lalu menempatkan manusia Adam di dalam taman itu untuk memelihara taman itu beserta isinya. Tuhan memerintahkannya: “Kamu bebas memakan dari setiap pohon di dalam taman ini; tetapi jangan kamu memakan buah dari pohon pengetahuan baik dan buruk; karena ketika kamu memakannya kamu akan mengenal mati.”

Demikianlah kemudian Tuhan membuat Adam tidur nyenyak, mengambil sepotong tulang rusuk Adam, dan menciptakannya menjadi seorang perempuan. Adam memberi nya nama Eve (Hawa), yang lalu menjadi isterinya.

Di antara semua binatang maka ular yang paling licik dan mempunyai maksud jahat dan ia menggoda Hawa (Eve): “Tidak, engkau sama sekali tidak akan mati dengan memakan buah larangan itu. Tetapi Tuhan (Lord God) tahu bahwa apabila kamu memakannya mata kamu akan terbuka dan kamu akan, seperti halnya tuhan-tuhan (like gods), menjadi maha-mengetahui baik dan buruk (maha-bijaksana). Hawa pun tergoda dan demikianlah ia memakan buah larangan itu dan memberi Adam sebuah lagi untuk dimakannya.

Demikian seterusnya.

Al Quran meluruskan.

Tidak, bukan begitu. Adam tidak diciptakan di kawasan bumi mana pun, melainkan di surga. Adam dan isterinya diturunkan ke bumi di suatu tempat yang juga tak terlokalisir. Artinya, Adam itu bukan hanya leluhur umat Yahudi, melainkan leluhur umat manusia semua. (Itu adalah tafsir dan menjadi hikmah berikutnya).

Tafsir Di Persimpangan

Masyarakat di sekitar Mekah dan Medinah sudah sejak lama mengenal kisah tersebut dari penuturan kaum Yahudi dan Nasrani. Al Quran juga memberikan kisah itu tetapi dalam format yang sangat pendek dan sederhana. Bahkan nama isteri Adam yakni Hawa atau Eva tidak disebutkan; juga asal-usulnya. Tampaknya hal itu kemudian menjadi bahan hujatan dari kaum kafir sebagai kisah yang “miskin sejarah” dan umat Islam pun merasa tidak terpuaskan. Para ahli tafsir klassik kemudian mengambil prakarsa untuk merekayasa suatu gabungan kisah Taurat dan al-Quran. Banyak versi beredar, di antaranya petikan berikut:

Diriwayatkan oleh Wahab ibn Munabbih al-Yamani. Ketika Iblis hendak masuk surga ia dihadang oleh malaikat penjaga surga. Kemudian datanglah seekor ular besar berkaki empat yang akan masuk surga juga. Kesempatan itu digunakan oleh iblis dengan masuk ke dalam mulutnya dan ditelan oleh ular itu dalam perutnya. Setelah sampai di dalam surga, iblis keluar dari mulut ular itu dan mulai menggoda Adam. Karena ular tersebut bersalah, ia dilaknat oleh Allah. Kakinya hilang sehingga ia hanya bisa berjalan dengan perutnya. Dan ular tersebut akhirnya menjadi musuh bebuyutan anak cucu Adam seperti Iblis. (M.A Khalafullah)

Suatu tafsir lain menyebutkan bahwa Adam diturunkan di suatu tempat di India dan Hawa diturunkan di Afrika dekat Madagaskar, mereka kemudian mengembara saling mencari selama 40 tahun, dan akhirnya bertemu di suatu tempat di dekat kota Mekah. Tempat itu bahkan diabadikan dengan nama Jabal Rahmat. Dan masih banyak tafsir lain yang umumnya mengkisahkan hal-hal yang fantastis.

Muhammad A. Khalafullah dalam disertasi yang berjudul “Al Quran Bukan Kitab Sejarah” menyanggah tafsir-tafsir yang menggunakan pendekatan sejarah sebagai tidak bernalar dan salah besar. Sebuah cukilan berikut:

“Perbedaan penafsiran dalam kisah ini berangkat dari adanya perbedaan deskripsi tentang keluarnya Nabi Adam dari surga yang disebutkan al-Quran dan Taurat. Al Quran menyebutkan bahwa keluarnya Adam dari surga adalah karena Iblis. Sementara Taurat mengatakan bahwa yang mengeluarkannya dari tamana Eden adalah seekor ular.”

“Karena pemahaman Islam telah disibukkan dengan unsur-unsur sejarah seperti di atas, maka jarang sekali para penafsir memberikan porsi yang layak untuk membahas hikmah, nilai dan pesan-pesan yang tersirat dalam kisah tersebut. Kesimpulannya dapat dikatakan bahwa para penafsir yang menggunakan metode pendekatan sejarah ini telah terjebak ke dalam penafsiran yang tidak substantif.”

M. Abduh dalam “Tafsir al-Manar” menulis antara lain seperti berikut:

“…. masih ada dua persoalan kontroversial yang sering diperdebatkan manusia. Pertama, masalah penciptaan Hawa dari salah satu tulang rusuk Nabi Adam, dan kedua, persoalan sakralitas Adam. Untuk masalah pertama tidak satu ayat pun yang menyinggung hal ini. Cerita yang berkaitan dengan hal ini tidak diketemukan dalam al-Quran seperti yang diceriterakan secara historis oleh Taurat yang dipegang oleh para ahli kitab.”

“ Al Quran hanya menyebutkan kisah penciptaan Adam dan proses penciptaan alam yang akan disempurnakan dengan kehadliran Adam di dalamnya, maka dari itu Allah menganugerahkan ilmu kepada Adam supaya dia mengetahui dan menegakkan hukum-hukum dan sunatullah di bumi. Dalam cerita itu juga disebutkan bahwa sebagai seorang khalifah di bumi Adam tidak akan lepas dari godaan setan. Dalam cerita itu, waktu dan tempat kejadian tidak disebutkan. Hal itu karena sejarah tidak menjadi tujuan al-Quran, karena perosalan-persoalan sejarah bukan merupakan pokok perhatian agama. Agama melihat sejarah hanya sebagai kaca perbandingan saja. Demikianlah waktu dan tempat kejadian tidak disebutkan seperti yang diceritakan dalam Perjanjian Lama.”

Keterangan yang terdapat dalam Perjanjian Lama tersebut akhirnya menjadi sebab munculnya kritik atas proses kejadian alam dan sejarah penciptaan Adam yang diyakini umat Nasrani. Berdasarkan logika sejarah yang disebutkan dalam Taurat, kedua unsur tadi tidak masuk akal, para ahli kitab banyak menggunakan takwil untuk membenarkan kisah tersebut.”

Lebih lanjut ditulis M. Khalafullah dalam disertasinya:

“Setelah melihat dan mengkaji berbagai fenomena kisah-kisah tadi, saya yakin tidak seorang pun meragukan eksistensi kisah permisalan dalam al-Quran dan mengakuinya sebagai hasil imajinasi. Akan tetapi, yang perlu digaris bawahi, eksistensi khayalan dalam kisah-kisah al-Quran ini adalah tidak lebih dari kesengajaan Allah untuk memenuhi kebutuhan manusia akan unsur khayalan tersebut dan untuk menyelaraskan kisah-kisah-Nya dengan gaya bahasa manusia. Artinya, Allah swt dalam permisalan ini seakan-akan berkomunikasi dengan manusia dalam bahasa dan kebiasaan mereka dalam berbicara”.

**

Bagaimana pun, orang-orang jaman dulu, bahkan sampai jaman modern ini, sangat banyak tidak memahami hikmah yang mulia itu. Mereka lebih tertarik kepada mitologi atau dongeng yang menina-bobokkan, yang aneh-aneh yang dianggap nyata, yang kemudian menjadi dogma.
Wassalam.

Wassalam.
Soetarno Wreda



Powered by Blogger.