PENDAHULUAN
Al-Biruni merupakan Salah seorang ilmuan muslim yang dikenal menguasai berbagai disiplin ilmu, akan tetapi Selama ini jika berbicara mengenai ilmuan muslim yang dilahirkan oleh zaman keemasan periode klasik dalam periodisasi sejarah Islam , kontribusi al-Biruni jarang di didengar ataupun disebut dibandingkan dengan ilmuan lain, seperti al-Ghazali, Ibn Maskawayh, ibn Rusyd, Ibn Sina, dan lain-lain. hal tersebut meskipun tidak sepenuhnya salah[1] tetapi cendrung mengabaikan kontribusi ilmuan-ilumuan lain yang bisa jadi memiliki peran yang tidak kalah penting dibandingkan dengan ilmuan yang biasa didengar dan disebutkan tersebut.
Dalam makalah ini, berdasarkan dua sumber yang kami dapatkan yaitu: “Historiografi Islam” karya Badri Yatim, dan “Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam” karya Husyain Ahmad Amin, akan diuraikan tentang al- Biruni yang meliputi tiga pokok bahasan yaitu : riwayat singkat, karya-karya, dan metode sejarah yang diguanakan al-Biruni.
A. RIWAYAT SINGKATNama langkap al-Biruni adalah Abu Rayhan Muhammad ibn Ahmad al-Biruni al-Khawarzmi. Ia lahir di Khawarizm, Tukmenia Pada bulan Dzulhijjah 362 H/ September 973, dan meninggal di Ghazna pada bulan Rajab 448 H/ Desember 1048M[2]. Nama “Al-Biruni” merupakan julukan yang diberikan kepadanya yang dalam bahasa Khawarizmi berarti orang asing, dan menurutnya julukan itu diberikan karena dia menetap cukup lama di Birun, sebuah negeri yang terletak di dekat Sungai Sind, di India.
Al-Biruni dalam bukunya Badri Yatim disebutkan sebagai seorang yang sangat gemar membaca dan menulis, yang sebagian besar kehidupannya digunakan untuk ilmu, dan bahkan dia seolah-olah mengabaikan kehidupan materialnya demi menuntut ilmuArgumen tersebut diperkuat oleh al-Yaqut yang dalam Mu’jam al-Udaba’ menulis “Tangan al-Biruni tidak pernah terpisah dari pena, matanya tidak pernah tidak melihat, hatinya tidak pernah tidak berpikir, kecuali pada dua hari raya Nayruz dan Mahrajan dalam setahun.”[4] Sehingga Pada masanya, dia termasuk salah seorang sarjana terbesar,[5] dan semua orang sepakat baik di timur ataupun di barat bahwa dia mengungguli penulis-penulis lain dalam ilmu-ilmu Islam.[6] Al-Biruni juga dikenal sebagai seorang ilmuan yang banyak menguasai berbagai disiplin ilmu antara lain, sejarah, matematika, fisika, ilmu falak, kedokteran, ilmu bahasa, geologi, geografi, dan filsafat yang banyak mengarang dan menerjemahkan karya-karya tentang kebudayaan India ke dalam bahasa Arab.[7]
Dari berbagai disiplin ilmu yang dikuasai oleh al-Biruni menurut ‘Abdul Halim Muntashir semuanya benar-benar dikuasainnya[8], dan ia dikenal sebagai ilmuan yang cermat baik dalam bidang sejarah, geografi, astronomi, matematika, geologi filsafat dan lain-lain. bahkan seorang orentalis yaitu Schoun berpendapat, bahwa “ Merupakan hal yang mustahil penelitian dan pembahasan tentang sejarah, astronomi, matematika, tanpa memandang karya-karya ilmuan yang kreatif ini”[9]Dalam dunia ilmu pada umumnya, al-Biruni dikenal sebagai seorang ilmuan muslim yang mengembangkan teori eksperimin, pengetahuan menurutnya tidak mungkin didapat melalui pemikiran rasional belaka sebagaimana yang dianut oleh aliran peripatetik, dan dalam merumuskan teori al-Biruni selalu melewati ujian yang sangat ketat , Atas dasar itulah karya-karya dan penjelasan al-Biruni disebut lebih ilmiah, dan objektif[10], dan dia dikatakan sebagai penganut emirisme, yaitu teori yang dihasilkan berdasarkan persaksian, ekperimin, analisis, dan kesimpulan.
B. KARYA –KARYA AL-BIRUNI
Tulisan al-Biruni meliputi berbagai disiplin ilmu pengetahuan, tetapi hanya sebagian kecil yang dapat dijumpai hingga sekarang, diantara banyak karya al-Biruni yang ditemukan terdapat tiga karya yang dianggap sebagai karya terbaiknya, antara lain : Pertama, al-Atsar al-Baqiyyah ‘an al-Qurun al-Khaliyah, didalamnya memuat hadis-hadis tentang bangsa, agama-agama, serta adat istiadat berbagai bangsa berikut hari raya dan sejarah mereka. kedua, Tahqiq ma li al-Hind min Maqulah Maqbulah fi al-Aql aw Mardzulah, berisi tentang uraian mengenai kehidupan dan intelektual orang India, dalam karya ini ia mampu melampaui batas-batas fanatisme kesukuan dan agama. Ketiga, al-Qanon al-Mas’udi, al-Syaidanah yang berisi tentang ilmu astronomi bangsa Arab.[11]
Selain ketiga karya tersebut, karya albiruni yang dapat dijumpai hingga sekarang antara lain, (al-Syaidanah) al-Syaidalah, al-Jamahir fi Ma’rifat al-Jawahir, al-Tafhim fi al-Tanjim (memahami asronomi) Kitab al-Usthurlah, al-Isti’ab li al-Wujuh al-Mumkinah fi Shina’ah al- Utshurlah, al- Kusuf wa al-Khusuf ‘ala al-Khayal al-Hunud, al-Hauy, Maqalid Ilm al-Hayah, dan Tahdid Nihayah al-Amakin.[12] Sebagian dari karya yang disebutkan sudah ada yang diterjemahkan kedalam bahasa Jerman, latin, dan Ingris.
Al-Biruni, selain menulis juga menerjemahkan berbagai karya India kedalam bahasa Arab, ia juga pernah menerjemahkan buku terjemahan bahasa Arab dari bahasa yunani ke dalam bahasa sansakerta, hanya saja sebagian besar karya dan hasil terjemahannya telah banyak yang hilang.
Suatu hal yang khas dari seluruh karya al-Biruni menurut Effat al-Sharqawi ialah selalu menjaga rangkaian yang lagis dan persoalan-persoalan yang dikemukakannya, disertai pendahuluan yang menarik yang dapat memudahkan pembaca menangkap dan memahami pemikirannya.
C. METODE SEJARAHDi atas telah disebutkan bahwa karya-karya dan penjelasan al-Biruni dikenal sebagai karya yang ilmiah dan objektif, dan ia juga disebut sebagai ilmuan penganut empirisme. Kekhasan metode yang digunakan al-Biruni dalam berbagai disiplin ilmu ialah selalu dimulai dari pendekatan yang realistik, klasifisifikasi antara penilaian dan fakta dan yang terakhir pendekatan yang logis dan analitis. Secara umum Kekhasan tersebut diterapkan oleh al-Biruni dalam mengkaji sejarah, yang dapat dilihat dari dua karya sejarahnya yaitu al-Atsar al-Baqiyyah ‘an al-Qurun al-Khaliyah, dan Tahqiq ma li al-Hind min Maqulah Maqbulah fi al-Aql aw Mardzulah.
Seperti, dalam mengkaji sejarah suatu masyarakat India yang non-Muslim dalam karya yang disebutkan kedua, al-Biruni tetap bersikap ilmiah, dan bersikap adil meskipun pendapat-pendapat yang dikajianya tidak ia setujui. Karena itu Schoun berpendapat bahwa karya al-Biruni dari sudut pandang sejarah ilmu pengetahuan, dipandang sebagai salah satu manifestasi ilmiah terbesar dalam kebudayaan Islam.[13]
Dari dua karya tersebut dapat dekitahui metode yang digunakan al-Biruni dalam melakukan penelitian sejarah. Dalam buku yang pertama disebutkan dengan jelas bahwa dalam melakukan penelitian sejarah dia melakukan wawancara dengan ahlul kitab, penganut sekte-sekte yang detelitinya, dan orang-orang yang dianggap memiliki pengetahuan tentang masalah yang ia teliti sebagai dasar pertama untuk kemudian dibandingkan dengan sumber lain. setelah itu dengan kekuatan rasio, ia mengkritik data yang ia peroleh sehingga diketahui mana yang benar dan mana yang diragukan.[14]
Metode tersebut, menurut al-Biruni adalah cara yang sulit dilakukan, apalagi kalau objek kajian berkenaan dengan zaman yang sudah lama berlalu, bahkan ia berkata “jalan yang saya tempuh dalam melakukan penelitian ini bukanlah dekat dari sumbernya, sehingga bisa jadi tidak mencapai sasaran, apalagi informasi yang saya terima sudah bercampur dengan kebatilan yang sangat banyak”. Tetapi hal itu, tidak membuatnya berhenti melakukan penelitian, karena menurutnya dalam melakukan penelitian informasi yang didapatkan haruslah dianggap benar, apabila tidak ada bukti langsung atau tidak langsung yang menyatakan informasi yang didadapat itu salah.
Lebih lanjut al-Biruni mengemukakan kesulitannya untuk mendapatkan suatu metode yang bisa memuaskan dirinya, karena banyaknya kekeliruan dan penyimpangan yang terdapat dalam informasi yang ia peroleh, tetapi menurutnya bukan berari semua informasi yang diperoleh haruslah ditolak. Sebagian dari informasi yang diperoleh selama tidak ada bukti yang lain yang menolaknya, maka informasi tersebut bisa diterima.
Terkai dengan penggunaan sumber dalam penelitian sejarah, al-Biruni menganjurkan untuk menggunakan data-data yang berasal dari orang atau sumber yang terdekat dari peristiwa dan informasi yang terkenal. Tetapi meski demikian informasi tersebut sejauh yang bisa dikritik berdasarkan rasio, masih perlu diperbaiki dan di rekonstruksi, tetapi jika tidak maka informasi tersebut diterima sebagaimana adanya.[15]
PENUTUPYang menjadi catatan penting dari pembahasan mengenai al-Biruni adalah : Pertama, ia merupakan seorang ilmuan muslim yang memiliki kontrisbusi besar terhadap khazanah keilmuan Islam, yang tidak kalah dibandingkan dengan ilmuan lain. Kedua, al-Biruni memiliki metode yang khas dalam membangun keilmuannya, yaitu dari pendekatan realistis-empirik, kemudan klasisifikasi penilaian dan fakta, serta pendekatan yang logis dan analtis, serta dalam sejarah ia selalu selektif dalam memilih sumber dan informasi, sehingga mampu melahirkan berbagai karya dan penelitian sejarah yang ilmiah.DAFTAR PUSTAKA
Amin, Husayn Ahmad, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, terj oleh Bahruddin
Fannani, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1995Yatim, Badri, Historiografi Islam, Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 1997
[1] Dalam artian kontribusi salah seorang tokoh itu lebih kecil dibandingkan dengan tokoh yang biasa kita lain atau yang telah biasa kita dengar.[4] Husyain A. Amin, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, terj oleh Bahruddin Fannani, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1995. hlm.,163
[14] Ibid, hlm 137