Konferensi Asia Afrika 1955 sebetulnya hanya salah satu konferensi berskala internasional yang diselenggarakan di Bandung pada 1950-an. Dua tahun sebelum berlangsung KAA yang bersejarah itu Bandung menjadi penyelenggara Konferensi ECAFE (Ecomic Commission for Asia and Far Asia). Organisasi ini didirikan pada 1948 dengan tujuan memberikan bantuan kepada negara-negara di asia dengan jalan membangkitkan semangat perekonomiannya. Konferensi ESCAFE kerap disebut parlemen Asia karena dalam konferensi itu soal-soal perekonomian Asia dimusyawarahkan. Sayangnya konfrerensi ini menjadi ajang perebutan pengaruh antara Blok Amerika dan Uni Soviet hingga gaungnya tidak seperti KAA 1955.
Padahal badan ECAFE ertujuan membantu negara-negara Asia dalam hal menekan pemerintah maisng-masing agar dapat menolong dirinya sendiri. Para ahli-ahli ECAFE dikerjakan di lapangan industri memberikan masukan dan membantu agar negara-negara Asia dapat menggerakan rakyatnya sendiri untuk melakukan pencegahan banjir, meningkatkan kualitas perdagangan dan keuangan, angkutan, pemeriksaan dan statistik. ECAFE mendatangi daerah-daerah atas pemerintahan yang berkepentingan berhubungan pelaksanaan pekerjaan jangka pendek.
Salah satu tindakan kongkrit pekerjaan ECAFE itu antara lain mengeluarkan buku-buku pengetahuan mengusai banjir di suatu daerah dan buku-buku bagaimana memajukan perdagangan. ECAFE juga mengajar kepada negara-negara yang baru berkembang bagaimana mengumpulkan modal nasional, menata sistem pengairan, membina dan memberdayakan pengerajin tangan hingga membuat DDT (pada masa itu Malaria masih menjadi momok terutama untuk negara beriklim tropis) dan pengadaan bahan obat-obatan.
Di Bandung, ECAFE ke 9 berlangsung dari 14 Januari hingga 14 Februari 1953 (termasuk sidang tahunan ECAFE 6-14 Februari yang dibuka oleh Perdana Menteri Wilopo). Anggota ECAFE terdiri 14 negara, yaitu Australia, Birma, Cina Komumintang (Taiwan), Belanda, Selandia Baru, Pakistan, Philipina, Thailand, Uni Soviet, Inggris dan Amerika Serikat. Sementara anggota peserta terdiri dari Kamboja, Sailan , Hongkong, Jepang, Korea Selatan, Laos, Malaya, Borneo Inggris, Nepal dan Vietnam Bao Dai. Sebanyak 200 anggota delegasi dari 23 negeri membanjiri Kota Bandung.
Para peserta sebagian besar menginap di Hotel Homan dan Preanger. Namun ada juga yang tak tertampung dan menginap di penginapan yang ditunjuk. Sidang dilangsungkan di ruangan sidang DPRDS Propinsi Jawa Barat, sayap kanan, gedung Pensiunfonds di Jalan Diponegoro. Ruangan sidang pada tembok sebelah barat dihiasi lambang UNO dengan bendera-bendera ECAFE di atasnya. Di setiap meja delegasi ditempatkan sebuah mikrofon milik PTT hingga tidak perlu orang berbicara ke mimbar. Biaya sidang ECAFE mencapai Rp1juta.
Dalam sidang panitia transport dari ECAFE pada 19 Januari 1953 peserta memilih Aga Khan dari Pakistan sebagai Ketua dan wakilnya Sastromuljono dari Indonesia. Sidang ini juga dihadiri oleh Menteri Perhubungan RI, Juanda dan Gubernur Jawa Barat Sanusi Hardjadinata, Walikota Bandung Enoch. Pengangkutan yang dibicarakan mulai dari pengangkutan darat dengan kereta api hingga lalu lintas sungai. Pakistan sangat memperhatikan infrastruktur perkeretaapian, Thailand memperhatikan jalan-jalan di perdesaan.
Beberapa negara juga menyinggung soal lalu lintas di sungai, termasuk di Indonesia. Ketua Sub Panitya Jalan Kereta Api ini adalah Sonn Voensay (Kamboja) dan Wakilnya Pony Wiriyasiri (thailand). Sementara untuk lalu lintas air, Massood Husain dari Pakistan dan M. Pardi (Indonesia).
Dalam pidatonya Juanda menyatakan bahwa di Indonesia perhubungan dan pengangkutan sangat penting.
Kekurangan alat-alat dan ahli-ahli teknik merupakan halangan besar bagi perkembangan negara-negara Asia jang baru mentjapai kemerdekaannja. Hal ini tidaklah berobah walaupun negara-negara ini mempunjai kekajaan dan bahan-bahan mentah jang dapat diolah untuk kepentingan materiel mereka (Pikiran Rakjat, 20 Januari 1953).
Pada 26 Januari 1953 Sidang ECAFE membicarakan mengenai cara menghidupkan perindustrian kecil di desa-desa. Bagiamana cara menyatukan perindustrian kecil dan pekerjaan tangan di desa-desa,. Menetri Perekonomian Indonesia Sumanang mengatakan bahwa Indonesia sangat kekurangan tenaga-tenaga ahli yang dibutuhkan untuk mendukung industri. Sementara Wakil dari Uni Soviet Nemtehina menghimbau agar sumber kekayaan bumi Asia dieksplolitir buat kepentingan Asia sendiri.
Nemtehina menyebutkan bahwa pada 1951 Asia tenggara menghasilkan 70 persen timah sedunia. Anglo Oriental Co dan dua perusahaan lainnya memegang kontrol sepertiga dari prouksi timah di negara-negara kawasan ini. Pemodal asing boleh saja menyebutkan investasi di Asia sebagai pekerjaan kemanusian dan amal, tetapi sebetulnya mereka mendapatkan monopoli yang menguntungkan sangat besar (Pikiran Rakjat, 28 Januari 1953).
Di sesi lain juga terungkap permasalahan perumahaan di negara-negara Asia dalam kondisi morat-marit. Korea Selatan disebutkan harus membangun 90 ribu unit rumah. India mensubsidi 500 juta Rupee guna perumahaan di pinggir kota dan di luar kota terutama bagian buruh. Sementara di Indonesia perhatian perumahan guna mendirikan rumah dengan ongkos jauh lebih murah.
Pada sidang 30 Januari 1953 ketegangan politik Perang Dingin juga melanda ECAFE. Uni Soviet secara terbuka menuduh negara-negara Anglo Saxon merugikan perniagaan luar negeri negara-negara Asia. Namun Wakil Cina Koumintang juga menuduh Soviet menggedor kekayaaan Tiongkok. Sebaliknya wakil Inggris juga mengecam Soviet yang tidak pernah mengirim barang sepotong pun.
Sidang ECAFE berakhir pada 14 Februari 1953 dengan ketua sidang pleno geawan ekonomi Indonesia Dr. Soemitro Djojohadikusomo, yang menutup sidang. Dalam sidang terungkap sulitnya negara Asia menjadi anggota organisasi bagian dari PBB itu. Padahal Badan PBB itu mengerjakan urusan Asia . Amerika menuduh Soviet menghalangi-halangi calon anggota menjadi anggota penuh. Negara yang dimaksud adalah negara seperti Vietnam Bao Dai dan Malaya.
Irvan Sjafari
Pikiran Rakjat, 6 Januari 1953, 10 Janauri 1953, 13 Januari 1953, 20 Januari 1953, 27 Januari 1953, 28 Januari 1953, 29 Januari 1953, 16 Februari 1953