Peneliti sejarah sekaligus redaktur senior Radio Nederland, Joss Wibisono berkisah banyak mengenai persinggungan budaya Eropa di Indonesia. Hasil penelitian dan pengamatannya itu lalu dibukukan, dengan judul “Saling Silang Indonesia-Eropa: dari diktatur, musik, hingga bahasa”. Buku ini diterbitkan September 2012, oleh Penerbit Marjin Kiri.
Semuanya berasal dari esai-esai lepas yang ditulis Joss di beragam media nasional dan jurnal, baik dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Belanda. Sejarah dan musik menempati porsi ketertarikan yang utama, bercampur politik yang memang menjadi bungkus besar pemikirannya. Seperti ketika ia menggugat, betulkah Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun?
Lalu bagaimana dengan sejarah kedatangan Belanda di Aceh dan Bali, apakah kedua daerah ini dijajah Belanda selama 350 tahun juga?
“Awalnya saya usil karena orang Indonesia selalu bilang kita dijajah Belanda selama 350 tahun. Kalau hitungannya adalah kedatangan kapal VOC tahun 1602 maka kita baru merdeka tahun 1952! Jadi bagaimana dengan proklamasi 17 Agustus 1945 dan pengakuan kedaulatan oleh Belanda pada 27 Desember 1949?” tulis Joss dalam bukunya.
Seterusnya ia mencontohkan Aceh, yang menurutnya baru ditaklukkan Belanda pada tahun 1904, dan Bali pada 1906. Bahkan Belanda baru resmi berkuasa di Aceh tahun 1912, kata Joss.
“Dengan begitu Aceh maksimal dijajah Belanda selama 38 tahun dan Bali selama 36 tahun. Jangankan 350 tahun, seabad pun tidak pernah Belanda menjajah Aceh dan Bali,” ujar Joss usai peluncuran bukunya di Jakarta, Minggu 23 September 2012 lalu.
Masih soal sejarah Belanda di Aceh, Joss menuturkan kepahlawanan Tjut Njak Dien yang berperang habis-habisan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan Aceh.
“Tapi ia (Tjut Njak Dien) memberontak bukan karena dijajah Belanda. Waktu itu, sekali lagi, Aceh belum dikuasai Belanda," kata dia di halaman 115-116 dalam bukunya.
Kata Joss, sampai akhir abad 19 Aceh adalah negara yang berdaulat, bahkan sudah memiliki Duta Besar sampai ke Turki.
"Bukankah dengan menganggap Indonesia dikuasai Belanda selama 350 tahun, berarti kita juga menganggap Aceh sudah lama dikuasai Belanda, sehingga itu berarti Kesultanan Aceh dan perlawanan Tjut Njak Dien kehilangan maknanya,” ujar Joss sepanjang halaman 115-116 bukunya.
Meskipun topik yang ditulisnya cukup berat, namun Joss menulisnya dengan gaya bertutur yang mengalir lugas dan lancar. Boleh jadi karena pengalamannya selama 25 tahun menjadi wartawan radio.
(bna)