Pada 15 Syawwal 1433 Hijriyyah kemarin, Al-Irsyad Al-Islamiyyah berumur 101 tahun atau seabad lebih satu tahun menurut kalender hijriyyah. Dalam hitungan kalender miladiyah, Al-Irsyad baru berusia satu abad umurnya pada 6 September 2014 yang akan datang.
Al-Irsyad Al-Islamiyah adalah salah satu ormas Islam tertua, yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Soorkaty al-Anshari dan beberapa tokoh Islam keturunan Arab Hadhrami. Lebih muda kurang lebih dua tahun dibanding Persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan pada 8 Dzulhijjah 1330 H atau 18 November 1912 M di Yogyakarta. Dan lebih tua sembilan tahun dibanding Persatuan Islam yang didirikan H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus di Bandung pada 12 September 1923 M.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Muhammadiyah, Al-Irsyad, dan Persis adalah tiga serangkai organisasi massa Islam modern yang berusaha memurnikan ajaran Islam dari Takhyul, Bid’ah dan Churafat atau yang lebih dikenal dengan singkatan TBC. Dan berusaha menjauhkan tradisi-tradisi, adat istiadat serta masuknya pengaruh ajaran Hindu dan Budha dalam praktek ibadah kaum Muslimin ketika itu.
Tokoh pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dan tokoh Persatuan Islam ustad A. Hasan, merasakan peran yang cukup besar dari seorang Syeikh Ahmad Soorkaty dalam pemikiran kedua tokoh tersebut. Bahkan keduanya tidak malu-malu untuk menyebut sebagai murid dari Syeikh Ahmad Soorkaty.
Sejak awal didirikan Al-Irsyad memegang peranan penting dalam sejarah gerakan Islam modern di Indonesia. Bahkan ikut serta dalam pergerakan Nasional menuju Indonesia merdeka.
Di awal kemerdekaan pun, banyak tokohnya yang pernah memegang peran penting dalam politik Indonesia setelah merdeka. Bisa dilihat peran HM Rasjidi, seorang murid Syeikh AHmad Soorkaty yang kemudian menjadi Menteri Agama Republik Indonesia yang pertama di awal kemerdekaan. Kemudian ada A.R. Baswedan yang mendirikan Partai Arab Indonesia dan kemudian pernah menjadi Menteri Muda Penerangan RI. Lihat juga peran seorang Ustadz Umar bin Salim Hubeis, seorang murid Syeikh Ahmad Surkaty yang ditugaskan untuk mendirikan dan mengembangan al-Irsyad di Surabaya, juga pernah menjadi anggota Konstituante sebelum dibubarkan oleh Presiden Sukarno pada 5 Juli 1959.
Ulama-ulama besar juga pernah dilahirkan oleh al-Irsyad dari tangan seorang Soorkaty, diantaranya Ustadz Umar bin Salim Hubeis (diantara murid beliau adalah Prof. TM Hasbie Ashshiddiqie dan mantan Menteri Agama Dr. Tarmizi Taher), juga ada Ustadz Said al-Hamdani atau lebih dikenal dengan Ustadz Said Thalib, Prof. TM Hasbie Ashshiddiqie, dan banyak tokoh ulama lainnya.
Namun sejak paruh kedua tahun 1990-an al-Irsyad al-Islamiyah yang semula mempunyai nama besar dan harum serta kiprah yang tidak kecil dalam melayani ummat Islam di Indonesia, mulai mengendur akibat konflik internal yang mulai meradang. Al-Irsyad Al-Islamiyah pun tidak berkembang sebagaimana ormas Islam lainnya seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, serta Persatuan Islam.
Konflik tersebut membuat perpecahan di kalangan Islam modernis yang ada di tubuh al-Irsyad. Berbeda dengan Muhammadiyah dan Persis yang boleh dikatakan tidak pernah terjadi konflik yang meradang
Data terakhir sebelum Muktamar seabad al-Irsyad, seperti dikatakan Ketua Umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah ABdullah Jaidi, amal usahanya yakni sekolah dari TK hingga SMA di seluruh cabang di seluruh Indonesia tidak lebih dari 458 unit sekolah (HU Republika tanggal 24 Desember 2011 hal. 12). Bahkan Perguruan Tinggi pun tidak dimiliki lagi oleh al-Irsyad. Rumah Sakit dan Balai Pengobatan milik al-Irsyad pun bisa dihitung dengan jari tangan.
Bandingkan dengan Muhammadiyah yang memiliki amal usaha dan asset sebagai berikut :
No | Jenis Amal Usaha | Jumlah |
1 | TK/TPQ | 4.623 |
2 | Sekolah Dasar (SD)/MI | 2.604 |
3 | Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs | 1.772 |
4 | Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA | 1.143 |
5 | Pondok Pesantren | 67 |
6 | Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah | 172 |
7 | Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll | 457 |
8 | Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll. | 318 |
9 | Panti jompo * | 54 |
10 | Rehabilitasi Cacat * | 82 |
11 | Sekolah Luar Biasa (SLB) * | 71 |
12 | Masjid * | 6.118 |
13 | Musholla * | 5.080 |
14 | Tanah * | 20.945.504 M² |
sumber : http://www.muhammadiyah.or.id/content-8-det-amal-usaha.html.
Belum lagi amal usaha organisasi otonom Muhammadiyah yakni Aisyiyah sebagai sayap organisasi ibu-ibunya Muhammadiyah, yang memiliki TK dan PAUD saja sejumlah lebih dari 13.700 unit, Perguruan Tinggi 15 unit, RS dan Balai Kesehatan 145 unit, Koperasi lebih 300 unit, dan kelompok usaha lebih dari 3000 unit (sumber: Republika 21 Desember 2011 hal. 11)
Untuk Nahdlatul Ulama penulis belum mendapatkan data yang valid mengenai jumlah amal usaha milik NU, namun sayap organisasi perempuan NU yakni Muslimat NU memiliki TK/RA lebih dari 9.800 unit, PAUD 4600 unit, Rumah Sakit 103 unit, Koperasi Primer 143 unit dan KBIH 157 unit sumber: Republika 21 Desember 2011 hal. 11).
Data Pesantren atau Unit Sekolah milik Persatuan Islam, penulis belum mendapatkannya. Namun berdasarkan informasi dari beberapa sumber unit sekolah dari TK hingga Pesantren hingga jenjang SMA berjumlah lebih dari 500 unit, bahkan Persis sebagai organisasi Islam yang lebih muda sembilan tahun memiliki beberapa perguruan tinggi di beberapa daerah yang menjadi kantong-kantong Persis.
Peranan Disimpang Jalan.
Konflik yang berkepanjangan lebih dari 20 tahun, dan bahkan jauh sebelum itu benih-benih perpecahan memang sudah ada di beberapa cabang. Seperti yang terjadi di Jakarta, atau yang dikenal dengan Al-Irsyad Petojo yang berusaha memisahkan diri dari al-Irsyad. Bahkan di Petojo ini, sempat terdapat pula Yayasan al-Anshoriyah yang juga memiliki sekolah saat itu. Itu terjadi di era tahun 80-an.
Perpecahan di internal al-Irsyad sejak beberapa puluh tahun belakangan disebebkan antara lain faktor intervensi partai politik dan faktor hendak menguasai secara pribadi dari oknum-oknum pengurusnya.
Kita lihat seperti kasus Petojo, pengaruh intervensi partai politik yang berkuasa ketika itu yakni Golkar cukup kuat disamping adanya tekanan dari pemerintah orde baru ketika itu. Dalam konflik internal yang sudah memecah al-Irsyad menjadi beberapa golongan dan organisasi ini juga tak lepas dari intervensi partai politik dan politisi yang mempunyai kepentingan untuk mendulang suara dalam beberapa pemilihan umum belakangan ini. Kita lihat betapa besar pengaruhnya PPP sebagai Partai Islam, dan intervensi dari Faisal Baasir, SH yang ketika itu menjadi elit di Partai Ka’bah itu. Belum lagi intervensi dari Partai Bulan Bintang dengan pengaruh MS Kaban didalamnya. Kemudian ada lagi Fuad Bawazier yang coba punya kepentingan sebagai politisi Partai Amanat Nasional untuk mengintervensi konflik yang ada di tubuh al-Irsyad.
Selain faktor intervensi partai politik, banyak fihak dan oknum di tubuh al-Irsyad yang berusaha mengalihkan aset milik organisasi menjadi milik pribadi atau kelompoknya. Mereka rela berkonflik hanya untuk berkuasa dan mengambil keuntungan pribadi dari kekuasaaanya di al-Irsyad. Mereka harus menjadi kuat agar dapat mengeruk keuntungan dari unit sekolah dan amal usaha al-Irsyad, kalau mencari hidup dan kehidupan di dalam organisasi al-Irsyad. Ikhlas dalam menjalankan amanah organisasi sekarang hanya menjadi kenangan.
Pihak-pihak yang dirugikan tidak memikirkan bagaimana nasib anak didik yang bersekolah di sekolah-sekolah milik al-Irsyad, dan para guru yang mengajar pun menjadi bingung karena harus mengikuti kepentingan pengurus yang mana. Bagaimana pula nasib para dokter, para medis dan pasien di RS atau Balai Pengobatan milik al-Irsyad yang juga harus terombang-ambing haknya. Bahkan seperti yang terjadi di beberapa daerah, para guru dan karyawan terpaksa harus berururusan dengan proses hukum di kepolisian dan pengadilan, walaupun sekedar menjadi saksi.
Satu faktor yang tidak boleh dilupakan dan merupakan perkembangan mutakhir, adanya infiltrasi anasir-anasir liberalisme Islam dan anasir-anasir syi’i dalam tubuh al-Irsyad al-Islamiyyah yang memenangkan pertandingan melawan kubu Perhimpunan al-Irsyad.
Sejak tahun 2009 yang lalu, al-Irsyad terpecah menjadi paling sedikit dua. Yanag menang di tingkat kasasi Mahkamah Agung yakni al-Irsyadnya Abdullan Jaidi tetap bernama al-Irsyad al-Islamiyyah dan berkantor di Kalibata Utara di gedung milik Penerbit Gema Insani, dan yang kalah yakni kubu al-Irsyad Yusuf Utsman Baisa mendirikan organisasi baru yang bernama Perhimpunan al-Irsyad yang berkantor di kawasan Jatinegara.
Mereka berkonflik hanya untuk mencari menang dan kalah, akhirnya perpecahanlah yang di dapat. Mereka semua tidak mengedepankan semangat ishlah untuk mencari win-win solution bagi perbedaan pendapat yang terjadi didalam. Sebabnya adalah karena cuma mengedepankan kepentingan pribadi di sekitar perut, bukan kepentingan para anggotanya dan simpatisannya.
Dalam kondisi perpecahan seperti ini, nasib al-Irsyad seperti diujung tanduk. Mau hidup terus, tapi harus melawan penyakit namun kantong tipis. Penyakit tak sembuh-sembuh, akhirnya pun akan mati.
Semoga bermanfaat.
FARID MU’ADZ BASAKRAN
muazd_amoudi@yahoo.co.id
Referensi :
1. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, LP3ES, Cet.I 1980
2. Musthafa kamal Pasha, Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam, Penerbit Persatuan Yogyakarta, 1976
3. Natalie Mobini-Kesheh, Modernisasi Islam Dimasa Kolonial Jawa: Gerakan Al-Irsyad, SHQ, 2007
4. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Al-Irsyad Al-Islamiyyah
5. Salinan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur No. 283/Pdt/G/2002/PN.Jkt-Tim6. Salinan Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 31/Pdt/2004/PT.DKI
7. Salinan Putusan Mahkamah Agung No. 1702 K/Pdt/2004/MA8. Kisruh Al-Irsyad: Kisah Tercecer dari Sidang Itsbat,