Beranda » Merapi, Antara Mitos dan Kepercayaan

Merapi, Antara Mitos dan Kepercayaan



Yogyakarta adalah kota yang dikenal dengan keragaman budaya serta pariwisatanya. Banyak sekali tempat yang dapat menjadi wisata di Yogyakarta. Mulai dari keeksotikan Gunung Merapi hingga indahnya pantai di pesisir selatan.
Yogyakarta pun sangat identik dengan mitos dan klenik yang berkembang di masyarakatnya. Beberapa kepercayaan merupakan hasil turun temurun dari nenek moyang yang dianggap sebagai kebudayaan yang masih sangat kental.
Gunung Merapi adalah salah satu gunung aktif yang setiap empat tahun sekali memuntahkan perutnya.
Diambil dari buku karangan Lucas Sasongko Triyoga, menurut Mitologi Kawastu asal usul dari Gunung Merapi, konon sewaktu Pulau Jawa diciptakan keadaannya tidak seimbang condong miring ke Barat, karena di ujung Barat ada Gunung Jamurdipo. Atas prakarsa Dewa Krincingwesi, Jamurdipo akan dipindah ke bagian tengah untuk menyeimbangkan Pulau Jawa. Pada saat bersamaan, di tengah Pulau Jawa terdapat dua empu kakak-beradik, empu Rama dan Permadi, yang tengah membuat keris pusaka Tanah Jawa. Meskipun oleh para dewa telah diperingatkan untuk memindahkan keegiatannya, kedua empu tersebut berkeras untuk tetap membuat pusaka ditengah Pulau Jawa. Maka murkalah Dewa Kerincingwesi, Gunung Jamurdipo kemudian diangkat dan dijatuhkan dilokasi tempat Empu Rama dan Permadi tadi membuat pusaka, hingga akhirnya mereka pun terkubur hidup-hidup. Untuk memperingati kedua empu tadi, maka digantilah nama Gunung Jamurdipo menjadi Merapi yang berarti tempat perapian Empu Rama dan Permadi. Roh dari kedua empu tadipun dipercaya menjadi raja penguasa mahluk halus yang menempati Merapi.
Menurut penduduk Kawastu, Merapi bukan hanya sebagai gunung tetapi juga sebagai Keraton Mahluk Halus yang dipimpin oleh kedua empu tadi. Seperti halnya Keraton Kesultanan Ngayogyakarta, Keraton mahluk halus ini pun memiliki seluruh sarana dan prasarana kehidupan organisasi pemerintahan seperti rakyat, raja, kendaraan, ternak, tanah pertanian, jalan raya dan sebagainya. Rakyat keraton ini adalah segala jenis mahluk halus yang tinggal disekitar kawasan Merapi. Sedangkan pasukan prajurit atau abdi dalem dianggap sebagai roh-roh manusia yang semasa hidupnya berkelakuan baik.
Mereka yang semasa hidupnya berkelakuan baik akan diijinkan untuk tinggal di Keraton Merapi astaupun di Keraton Mahluk Halus Laut Selatan yang dipimpin Kanjeng Ratu Kidul. Sungai dan jurang dipercayai penduduk Merapi sebagai jalan raya yang menghubungkan antara Keraton Mahluk Halus Gunung Merapi dan Keraton Mahluk Halus Laut Selatan.
Nama-nama tokoh penghuni Keraton Merapi, selain Empu Rama dan Permadi, dikenal penduduk melalui doa-doa selamatan, yang selalu menyebutkan nama-nama mahluk halus penghuni Merapi, untuk dimintai berkat keselamatan. Tokoh itu adalah Nyai Gadung Melati. Tokoh ini disebut Gadung Melati karena selalu mengenakan pakaian berwarna hijau daun melati. Kemungkinan warna ini diidentikan dengan tugasnya yaitu memelihara kehijauan tanaman Merapi. Selanjutnya adalah Kartadimeja. Tokoh ini bertugas memelihara ternak Keraton dan sebagai komandan pasukan mahluk halus keraton. Ia merupakan tokoh yang sangat dicintai oleh masyarakat karena kemunculannya sering ditandai sebagai peringatan kapan Merapi akan memuntahkan perutnya serta bagaimana caranya agar penduduk selamat. Kemudian, ada satu tokoh lagi yaitu Eyang Sapujagad yang tinggal dipasar Bubardi bawah kawah, bertugas untuk mengatur keadaan alam Merapi. Yang terakhir adalah Kyai Petruk yang dikenal sebagai salah satu prajurit Merapi, sama dengan Kartadimeja ia sering kali memberitahu penduduk bila akan terjadi letusan dan cara penyelamatan diri.
Tidak seperti Mitologi Kawastu, penduduk Wukirsari sudah tidak mengenal lagi mitos asal-usul Merapi secara jelas dan runut. Mereka hanya mmengenal Merapi sebagaai bagian dari perapian Empu Rama daan Permadi. Mungkin saja dulunya penduduk Wukirsari pun memiliki kepercayaan yang sama menilik kedua empu yang dipercaya pun juga disebutkan.
Seperti halnya penduduk Kawastu, penduduk Wukirsari pun mempercayai bahwa Gunung Meraapi adalah Keraton Mahluk Halus yang dipimpin oleh Kyai Merlapa (Danhyang penguasa Gunung Merapi). Menurut orang yang pernah kalap beberapa hari di Keraton Merapi dan hidup kembali. Keraton Merapi dilukiskan menggunakan soko tunggal berukirkan emas berlian untuk menyangga atapnya. Paku yang digunakan antara satu dan yang lainnya terbuat dari bayi yang masih bergerak-gerak. Disetiap pintu terdapat prajurit keraton yang bertugas menjaga pintu, lengkap dengan busana Jawa dan senjatanya.
Tokoh-tokoh yang dipercaya oleh penduduk Wukirsari diantaranya, Kyai Sapujagad dan Raden Ringin yang bertindak bersama-sama sebaagai patih di Keraton Merapi. Eyang Mentawiji, Mantaganti, Mentadahlan dan Eyang Petruk alias Handokokusumo. Dari ke semua tokoh itu yang paling mendapat hati dan sangat dikenal oleh penduduk Wukirsari adalah Eyang Petruk. Ia selalu menunjukan wujudnya dalam mimpi, memberikan kapan Merapi meletus dan cara-cara menyelamatkan diri.
Terlepas dari semua itu bijak kiranya ketika kita sebagai manusia mencintai alam, agar Tuhan tidak murka. Mitos yang berkembang di masyarakat tentu sangat berpengaruh terhadap kepercayaan atas Gunung Merapi itu sendiri. Namun kebenaran atau kepercayaannya kembali pada masing-masing individu yang setiap pribadinya memiliki iman kepada Tuhan YME. Dan tak bisa dipungkiri Merapi masih memiliki sejuta pesona yang mampu menarik mata dunia.
Anindya Arfiani



Powered by Blogger.