Beranda » Sejarah Waktu, Tahun, Penanggalan

Sejarah Waktu, Tahun, Penanggalan



I am thinking, therefore I exist (Corgito Ergo sum)”, Rene Descartes. Seingat saya, saya benar-benar tidak ingat kapan, dimana atau bagaimana saya lahir ke di dunia ini, dan tidak pasti sedang memikirkan apa pada saat lahir. Walaupun menurut Rene Descartes saya belumlah resmi exist/ada pada saat saya dilahirkan, setidaknya saya patut bersyukur hari ini saya bisa menuliskan tanggal, hari dan tahun kelahiran saya dengan akurat dalam riwayat hidup tanpa bersedih. Tidak seperti zaman kakek moyang yang harus prihatin karena mesti menandai waktu kelahiran dengan peristiwa gunung meletus, musim paceklik, atau musim kemarau panjang.
Setiap peradaban memiliki sejarah, setiap peradaban memiliki penanda waktu sejarahnya dan untuk menandai catatan sejarahnya setiap peradaban memiliki kalender, sistem perhitungan waktu. Jika anda memeriksa jumlah sistem kalender, maka di dunia tidak kurang dari 25 sistem penanggalan yang masih ada. Setidaknya yang paling populer di dunia ada 3, yang paling umum yaitu penanggalan masehi yang menggunakan putaran matahari sebagai pedoman (solar calendar), lalu ada penanggalan Hijriah yang menggunakan putaran bulan sebagai acuan (lunar calendar) dan serta penanggalan China yang menggunakan kombinasi putaran bulan dan matahari (lunisolar calendar) -anda yang orang Jawa tulen boleh menambahkan kalender Jawi.
Tapi tahukah anda perhitungan hari, bulan dan tahun yang saat ini umum kita kenal memiliki sejarah yang rumit dan panjang. Malam ini, tepat di momentum pergantian tahun saya tergelitik untuk sedikit menuliskan informasi tentang sistem kalender, sedikit mencerahkan beberapa pandangan tentang sistem penanggalan yang kita kenal dari sisi sejarah.
Kepentingan manusia dengan sistem kalender dimulai sejak manusia ada di dunia, usianya tentu saja setua adanya manusia. Manusia makhluk pembelajar yang sangat hebat sedangkan hewan lebih peka terhadap perubahan waktu, manusia menyadari waktu migrasi hewan selalu berbarengan dengan perubahan bulan, perubahan letak matahari serta kemunculan bintang-bintang tertentu. Di masa lalu orang menandai waktu yang tepat untuk berburu atau memanen ikan di laut. Pada era peradaban bercocok tanam, kemampuan membaca benda angkasa untuk menandai waktu ini berguna untuk menandai waktu tanam atau panen terbaik sebelum cuaca dan kondisi alam berubah tidak menguntungkan. Bahkan bangsa nelayan dan pelaut lebih jauh lagi menyadari bahwa letak bintang-bintang tersebut bisa menjadi pedoman arah perjalanan.
Jika sistem penanggalan sudah sedemikian tua, kenapa sistem kalender masehi baru berkisar di angka 2000-an, sistem kalender hijriah di angka 1400-an atau sistem kalender china di angka 4000-an? Pertanyaan itulah yang akan coba kita telusuri melalui tulisan ini.
a. Penanggalan Masehi/Gregorian Calendar.
Sistem kalender masehi yang sekarang digunakan secara internasional, di masa awalnya merupakan penanggalan Romawi kuno yang lunaris, menggunakan pedoman bulan tetapi dengan jumah 30 hari dan 31 hari dalam satu bulan. Mereka menetapkan perhitungan awal tahun berdasarkan kemunculan matahari. Sialnya buat kita, orang Romawi kuno sangat sederhana, mereka biasa berhitung hanya sejumlah jarinya, demikian juga untuk perhitungan jumlah bulan dalam 1 tahun hanya memiliki 10 bulan. Mereka tidak menghitung bulan di musim dingin karena tidak ada matahari dan terhentinya seluruh kegiatan hidup normal.
Sebenarnya Orang Romawi kuno menggunakan angka untuk menamai bulan; bulan pertama, bulan ke-2 sampai dengan bulan ke-10 (desember), buktinya yang bisa dilihat dari adanya beberapa bulan yang berasal dari bahasa latin yang mewakili angka tertentu, septe artinya 7, octo berarti 8, nove= 9, dan dese=10. Mereka merayakan awal tahun “lebih lambat 2 bulan”, mereka merayakan awal pergantian tahun di bulan pertama yang sekarang dikenal sebagai Bulan Maret (March).
Lalu entah sejak kapan, Orang Romawi kuno mulai mengganti beberapa nama bulan. Martius digunakan untuk nama bulan pertama, konon diambil dari nama dewa perang Mars. Barangkali karena di bulan musim semi itu biasa terjadi perang memperebutkan sumber daya alam dan masing-masing pihak menilai lawan dalam keadaan paling lemah karena baru melalui musim dingin. Nama April untuk bulan kedua tidak jelas dari mana asal penamaannya, tidak ada nama dewa atau kata apa pun yang mewakili April. Sedangkan Mei diduga berasal dari nama dewi kesuburan Maia, barangkali karena di bulan itu mereka biasa memulai bercocok tanam. Juni berasal diduga berasal dari nama dewi pelindung Juno. Ada juga teori yang menyebutkan bahwa Mei dan Juni berasal dari kata Maiores (tua) dan Iuniores (muda).
Ketika raja kedua Romawi bernama Numa Pompilius naik tahta menggantikan Romulus, ia mereformasi sistem penanggalan dengan menambahkan 2 bulan, Januari dan Februari. Mengambilnya dari nama dewa Perubahan dan Peralihan; Janus, serta menamakan bulan kedua bulan Penyucian; Februum. Numa juga mengubah sistem penanggalan, ia mengambil satu di tiap bulan berhari 30 dan menambahkan 6 hari itu ke 51 hari di musim dingin sehingga menjadi 57, 29 hari untuk bulan Januari dan 28 hari untuk Februari. Menjadikan total hari dalam 1 tahun 355 hari dari semula 304 hari dan menyisipkan satu bulan tambahan berjumlah 27 hari setelah Februari setiap beberapa tahun.
Karena dianggap terlalu rumit, Julius Caesar kemudian mereformasi penanggalan dengan berasumsi perputaran matahari 1 tahun adalah 365.25 hari, ia merubah penanggalan sehingga jumlah hari setiap bulan seperti sekarang kita kenal. Reformasi inilah yang mengubah penanggalan lunaris Romawi menjadi solaris. Reformasi berlanjut hingga Augustus naik tahta, kemudian nama bulan ke-7 yang semula Quintilis (sesuai arti namanya semula bulan ke-5) diubah menjadi Julius untuk menghormati Julius Caesar dan Sextilis (semula berarti bulan ke-6) menjadi namanya sendiri; Augustus.
Meskipun orang Yunani sudah lama mengetahui bahwa satu tahun kurang beberapa menit dari 365.25 hari, sistem kalender Julius Caesar tidak mengkompensasinya, sehingga setiap 400 tahun ada kelebihan 3 hari. Pada tahun 1582 Paus Gregory XIII mereformasi sistem penanggalan dengan hanya menghapus tahun kabisat kelipatan 100 dan tahun kelipatan 400 tetap kabisat. Ada selisih 11 hari antara Kalender Julian dengan Kalender Gregory. Kalender Gregory inilah yang hingga saat ini diberlakukan sebagai sistem penanggalan internasional. Tetapi pada saat dilakukan reformasi Kalender Gregory, tidak semua negara yang menggunakan Kalender Julian mengikuti, terutama negara kristen protestan. Beberapa negara langsung menerapkan sistem ini, ada yang mengikuti beberapa tahun, beberapa ratus tahun kemudian, bahkan ada yang hingga kini masih menggunakan sistem Kalender Julian.
b. Sistem Kalender Hijriah
Sebelum masa penyebaran Islam, orang arab telah lama mengenal sistem penanggalan. Tradisi Arab memperlihatkan bahwa orang-orang Arab mengenal perputaran waktu berdasarkan kombinasi sistem lunisolar. Mereka menandai bulan berdasarkan tradisi ritual mereka, ada bulan untuk berkurban, bulan yang diizinkan melakukan peperangan, atau bulan terlarang (haram) berperang. Bulan-bulan dilarang melakukan peperangan adalah Rajab dan tiga bulan di musim haji, DhulQaidah, Dhu al-Hijja, dan Muharram. Informasi tentang bulan haram juga ditemukan dalam literatur barat; Procopius. Ia menuliskan gambaran gencatan senjata dengan salah satu suku Arab sekitar tahun 541 Masehi.
Setelah penganut Islam menguasai tanah arab, menurut sejarah, di masa pemerintahan Khalifah ke-2 Umar bin Khattab dilakukan penyeragaman sistem kalender, saat itu masih terdapat beberapa sistem kalender lokal. Penyeragaman ini dilakukan hanya menetapkan titik awal tahun. Sistem penanggalan sendiri, termasuk perubahan dari lunasolaris menjadi murni lunaris, dilakukan sesuai petunjuk Nabi berdasarkan ayat-ayat yang turun untuk menentukan penentuan penanggalan. Bahkan penentuan awal dan akhir bulan dilakukan berdasarkan petunjuk Nabi. Dalam sistem kalender Hijriah tidak banyak perubahan-perubahan berarti, nama-nama bulan pun masih menggunakan nama bulan yang sama seperti sebelum penyebaran Islam.
Ufh,….. saya sudah terlalu capek untuk menuliskan tentang sejarah Kalender China. :) Berhubung masih momen tahun baru, apakah anda merayakannya? Berpesta dan berpawai di jalan-jalan?
Boleh atau tidaknya menyambut tahun baru rasanya kontra produktif untuk diperdebatkan di sini. Ada yang menyebutkan bahwa perayaan tahun baru adalah derivat dari persembahan kepada dewa penguasa Bulan Januari (Janus). Ini pun tidak tepat karena persembahan kepada Janus yang sebenarnya justru dilakukan oleh penganut pagan dengan bermeditasi dan berdiam rumah atau di kuil. Apalagi Bulan Januari justru jatuh tepat di puncak musim dingin, di masa lalu tidak ada orang cukup bodoh berpesta dan turun ke jalan di tengah-tengah suhu beku. Di malam pergantian tahun anda bisa ikut turun ke jalan jika suka, atau bisa juga menonton televisi dan berdiam di rumah, itu hak pribadi anda. Asal saja jangan diniatkan untuk memberi penghormatan kepada Janus.
Saya belum menemukan referensi yang pasti tentang sejak tahun baru dirayakan dengan meriah dan berpesta. Kemungkinan besar adalah di era revolusi industri di eropa, era ketika kaum pekerja meningkat pesat, mereka bekerja hampir sepanjang tahun dan menemukan libur panjang di awal tahun. Di saat itulah waktu libur panjang itu digunakan untuk bersukaria melepas kejenuhan kerja.
Ah,…. andaikan Krisdayanti tahu rumitnya sejarah penanggalan kemungkinan dia tidak akan mau menyanyikan lagu “Menghitung Hari” di malam tahun baru.
Irpanudin



Powered by Blogger.