Beranda » Tradisi Ba’ayun Maulid di Masjid, Bukan di Makam

Tradisi Ba’ayun Maulid di Masjid, Bukan di Makam





Pelaksanaan ba’ayun maulid di Desa Banua Halat, Kecamatan Tapin Utara Kabupaten Tapin akan dilaksanakan pada tanggal 24 Januari 2013 bertepatan dengan tanggal 12 Rabiul Awal 1434 H di halaman Masjid Al Mukaramah. Menurut berita sudah terdaftar 750 orang yang akan be’ayun terdiri dari anak usia balita maupun usia dewasa. Sebagai catatan kegiatan syiar budaya islami ini pada tahun 2012 lalu telah diikuti 4 ribu lebih peserta, sementara pada tahun 2013 ini ditarget sekitar 5 ribu peserta, baik yang berasal dari warga Kalsel maupun tamu dari Kaltim dan Kalteng.
Sebagai sebuah tradisi yang dilaksanakn masyarakat banjar pada tanggal 12 Rabiul Awal, khususnya bagi pendudukan Desa Banua Halat Kecamatan Tapin Utara kegiatan ba’ayun anak atau lebih dikenal dengan istilah ba’ayun maulid merupakan riwayat dari perjalanan sejarah masuknya Islam, muatan nilai-nilai kemasyaraktan, serta proses akulturasi budaya yang khas di Kalimantan Selatan. Ba’ayun anak adalah proses budaya yang menjadi salah satu simbol kearifan syiar islam dalam menciptakan makna kasih sayang dalam ajaran Islam dengan budaya kekerabatan urang Banjar. Istilah maulid menunjukkan tradisi agama dalam memahami sebuah peristiwa besar dari kelahiran Rasulullah, yang didendangkan melalui syair-syair sejarah, pujian, dan perjuangan Nabi Muhammad Saw serta doa agar setiap pengikutnya dapat meneladani dengan baik dan benar. Semua proses budaya ba’ayun maulid ini dilaksanakan di masjid sebagai simbol wadah bersilaturahim yang diamanahkan Rasulullah Saw sekaligus sebagai sarana kekerabatan bagi urang banjar dalam berkumpul. Sejarah mencatat, bahwa masjid di Desa Banua Halat adalah cikal bakal dari pelaksanaan ba’ayun maulid. Inilah yang kemudian disimpulkan sebagai dakwah kultural, yaitu upaya syiar Islam untuk menjaga dan melestarikan sebuah tradisi dengan tidak merusak akidah agar tetap hidup. Jika, kemudian ada pelaksanaan ba’ayun maulid dalam sebuah kompleks pekuburan tentu kurang etis. Malah, tradisi ba’ayun anak sebelum Islam dilaksanakan justru di balai adat sehingga keluhuran pewaris sejarah hendaknya memperhatikan nilai-nilai kultural ini. Makam adalah wadah peristirahatan dari kematian makhluk yang dimuliakan, baik secara tradisi maupun agama. Pelaksananan ba’ayun maulid di makam justru mempertentangkan dakwah kultural yang selama ini dibangun sejak lahirnya di Desa Banua Halat yang memiliki filosofis menyampaikan ajaran Islam dengan mengakomodir budaya lokal serta lebih menyatu dengan lingkungan hidup masyarakat setempat. Nah, sepantasnya direnungkan kembali pelestarian budaya ba’ayun maulid bukan di sebuah komplek pekuburan, akan tetapi masjid sebagai rumah kita semua yang masih mencintai dan meneladani Rasulullah saw. Samsuni Sarman




Powered by Blogger.