Beranda » Mengenal Salah Satu Warisan Nenek Moyang: Situs Batujaya Karawang</

Mengenal Salah Satu Warisan Nenek Moyang: Situs Batujaya Karawang</



1355289796872889799
Situs Batujaya. Situs Percandian Batujaya terletak di dua wilayah desa, yaitu Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, dan Desa Telagajaya, Kecamatan Pakisjaya di Kabupaten Karawang. Situs itu terletak di tengah-tengah lahan persawahan dan sebagian berdekatan dengan permukiman penduduk.
Menurut para ahli ini merupakan kompleks percandian tertua di Indonesia. Situs ini diperkirakan ada sekitar abad ke-4 atau ke-5 M, bahkan menurut arkeolog asing situs ini sudah ada sejak abad ke-2 M. Itu artinya, candi-candi di sana sudah ada duluan dibanding candi Borobudur di Jawa Tengah yang dibangun pada abad ke-8 M. Diperkirakan ada 24 lokasi candi di kompleks seluas ± 5 Ha tersebut. Saat ini baru 2 candi yang sudah selesai dipugar, yaitu candi Jiwa dan candi Blandongan.
Tidak heran kalau di Karawang ditemukan bangunan candi, karena di daerah itu mengalir sungai Citarum, yang merupakan urat nadi perekonomian Kerajaan Tarumanegara. Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu di Jawa Barat yang muncul sekitar abad ke-4 dan ke-5 M. Yang menarik adalah candi-candi di kompleks situs Batujaya ini bercorak Budha, sangat kontras sekali dengan masyarakat Tarumanegara pada saat itu yang beragama Hindu. Ini menunjukkan kalau kehidupan umat beragama pada saat itu rukun dan harmonis.
Sebagaimana dikatakan arkeolog UI Hasan Djafar yang merujuk kepada tulisan Fa Hsien, mengatakan di Ye-po-ti banyak dijumpai kaum brahmana, para bikhsu dan bikhsuni serta orang-orang beragama kotor. Djafar juga mengatakan kemungkinan yang menghancurkan kompleks percandian ini adalah invasi kerajaan Sriwijaya dari sumatera yang memang pada saat itu merupakan salah satu kerajaan maritim terkuat di nusantara.
Bentuk arsitektur candi Jiwa dan candi Blandongan.
>>>>>CANDI JIWA

13552899362029371142
Pada Candi Jiwa struktur bagian atasnya berbentuk seperti bunga teratai (padma). Pada bagian tengah, terdapat denah struktur melingkar, sepertinya bekas stupa atau lapik patung Buddha. Di bagian dasar pertama, terdapat tujuh lapisan batu bata merah. Di bagian dasar kedua lima lapisan batu bata. Uniknya, tidak ditemukan tangga sehingga wujudnya mirip dengan stupa atau arca Buddha di atas bunga teratai yang sedang berbunga mekar dan terapung di atas air. Semua bangunan Candi Jiwa terbuat dari lempengan-lempengan batu bata.
Kata `jiwa’ sangat dekat dengan salah satu nama dewa dalam agama Hindu, Dewa Syiwa. Perubahan dari `syiwa’ menjadi `jiwa’ terjadi karena aksen Sunda. Barangkali kedekatan kata syiwa`dan `jiwa’ bisa dijadikan salah satu objek penelitian. Namun, agak ganjil apabila data yang telah didapat menunjukkan Candi Jiwa lebih kepada Buddha daripada Hindu. Dalam agama Buddha, tidak ada Dewa Syiwa.
>>>>>CANDI BLANDONGAN
13552910411949355848
Sekitar 100 meter dari Candi Jiwa, terdapat Candi Blandongan. Candi itu memiliki bentuk fisik yang lebih besar. Serupa dengan Candi Jiwa, Candi Blandongan juga terbuat dari batu bata tanpa relief namun dengan ukuran yang lebih luas. Selain perbedaan pada luas, Candi Blandongan juga memiliki 4 buah tangga pada setiap sisinya. Bagian bawah bangunan terdapat bagian selasar (lorong) yang memisahkan dinding selasar dengan badan bangunan yang berlapik. Lapik bangunan berukuran 12 X 12 m. Pada bagian lapik ini terdapat badan bangunan berukuran 10 X 10 m. Ekskavasi di situs ini menemukan sejumlah tablet yang bergambar relief Buddha. Sebagian di antaranya ada yang bertulisan dengan huruf Pallawa. Selain itu juga ditemukan beberapa batu bergores.
Berdasarkan analisis para arkeolog pada artefak-artefak peninggalan di Candi Blandongan diketahui kronologi paling tua berasal dari abad ke-2 Masehi. Yang paling muda berasal dari abad ke-12. Ekskavasi di situs ini menemukan sejumlah tablet yang bergambar relief Buddha. Sebagian di antaranya ada yang bertulisan dengan huruf Pallawa. Selain itu juga ditemukan beberapa batu bergores. Bukti lain yang ditemukan, seperti keramik China, gerabah, lepa (pleister), hiasan dan arca-arca stucco, serta bangunan bata banyak, semakin membuktikan kompleks candi tersebut merupakan peninggalan agama Buddha.
Apabila apa yang diyakini para arkeolog bahwa masih ada puluhan candi lagi di Situs Batujaya, maka kita bisa membayangkan seberapa luas dan besarnya percandian di situ. Tak ayal lagi, candi Borobudur bukan lagi satu-satunya candi terbesar di Indonesia. Sebuah upaya besar dan serius tentu dibutuhkan untuk menguak dan menyelamatkan warisan nenek moyang bangsa kita. So, kita tunggu saja…..!
Daftar Bacaan

Kompas, Senin, 22 November 2010
Fachroel Aziz & Etty Saringendyanti. 2000. Cakrawala Arkeologi“. Bandung : Ikatan Arkeologi Indonesia, Bandung. hlm. 46 - 60.

Setiawan A










Powered by Blogger.