Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa di akhir zaman nanti akan muncul sebuah pasukan berpanji hitam yang datang dari arah timur, dalam satu riwayat dari Khurasan mengiringi kedatangan Imam Mahdi yang akan berperang menegakkan khilafah islamiyyah dan mengalahkan orang-orang kafir serta jongos-jongosnya dari kalangan munafikin.
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Majah:
Muhammad bin Yahya dan Ahmad bin Yusuf menceritakan kepada kami, keduanya berkata, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, dari Sufyan Ats Tsauri, dari Khalid Al-Hadzdza`, dari Abu Qilabah, dari Abu Asma` Ar-Rahabi, dari Tsauban yang berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَقْتَتِلُ عِنْدَ كَنْزِكُمْ ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ ابْنُ خَلِيفَةٍ ثُمَّ لَا يَصِيرُ إِلَى وَاحِدٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَطْلُعُ الرَّايَاتُ السُّودُ مِنْ قِبَلِ الْمَشْرِقِ فَيَقْتُلُونَكُمْ قَتْلًا لَمْ يُقْتَلْهُ قَوْمٌ ثُمَّ ذَكَرَ شَيْئًا لَا أَحْفَظُهُ فَقَالَ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَبَايِعُوهُ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ فَإِنَّهُ خَلِيفَةُ اللَّهِ الْمَهْدِيُّ.
“Akan ada tiga orang yang saling berperang memperebutkan harta karun kalian ini. Ketiganya adalah putra khalifah, kemudian tidak akan ada yang menang di antara mereka. Lalu datanglah panji-panji hitam dari arah timur. Mereka akan memerangi kalian dengan peperangan yang belum pernah ada suatu kaum memerangi kalian seperti itu.”Kemudian beliau menyebutkan sesuatu yang tidak aku ingat. Lalu beliau bersabda,
”Apabila kalian melihatnya maka baiatlah dia meski harus merangkak di atas salju, karena dialah khalifah Allah Al Mahdi.”
Al-Hafizh Al-Bushiri dalam Mishbah Az-Zujajah menyatakan hadits ini isnadnya shahih, para perawinya tsiqah.”
Al-Hakim mengeluarkan hadits ini juga dari jalan Sufyan sama dengan di atas dan dia katakan, ”Ini hadits shahih berdasarkan syarat Al-Bukhari dan Muslim.”
Pernyataan ini disetujui oleh Adz-Dzahabi. Tapi tidaklah demikian, karena Al-Bukhari tidak berhujjah dengan Abu Asma` Ar-Rahabi sehingga yang benar hadits ini hanya sesuai syarat Muslim.
Tinjauan sanad Ibnu Majah:
- Muhammad bin Yahya bin Abdullah bin Khalid bin Faris Adz-Dzuhali An-Naisaburi, tsiqah hafizh agung.[1]
- Ahmad bin Yusuf bin Khalid Al-Azdi, Abu Al-Hasan An-Naisaburi, tsiqah.[2]
- Abdurrazzaq, penyusun Mushannaf Abdurrazzaq yang terkenal, tsiqah tak perlu dibahas.
- Sufyan Ats Tsauri, imam dalam bidang hadits yang sangat terkenal tak perlu dibahas.
- Khalid Al Hadzdza`, Khalid bin Mihran Abu Al Manazil adalah perawi al-jamaah, dia tsiqah tapi suka meriwayatkan secara mursal, tapi memang dia biasa meriwayatkan dari Abu Qilabah Abdullah bin Zaid.[3]
- Abu Qilabah, nama aslinya adalah Abdullah bin Zaid bin Amr atau ‘Amir Al-Jurmi Al-Bashri. Ibnu Sirin menganggapnya tsiqah. Ayyub As-Sikhtiyani mengatakan, “Demi Allah, Abu Qilabah adalah ahli fikih yang cerdas. Abu Hatim menganggapnya tsiqah dan bukan mudallis.”[4] Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakannya, “Tsiqah, tokoh utama, sering meriwayatkan secara mursal”[5]. Ibnu Hibban menyebutnya dalam Ats-Tsiqaat dan menyebutkan kisahnya panjang lebar[6]. Al-Ijli juga memasukkannya dalam kitab Ats-Tsiqaat dan menyatakannya sebagai tabi’in yang tsiqah[7]. Tak ketinggalan Muhammad bin Sa’d juga menyatakannya tsiqah.
- Abu Asma` Ar Rahabi, namanya Amr bin Martsad ada pula yang mengatakan namanya adalah Abdullah, tsiqah salah satu perawi yang dipakai oleh Muslim, memang biasa meriwayatkan dari Tsauban.[8]
Abdurrazzaq tidak sendirian, dia dikuatkan oleh Al-Husain bin Hafsh sebagaimana dalam riwayat Al-Hakim.
Riwayat penguat adalah riwayat Ali bin Zaid bin Jud’an sebagaimana disebutkan oleh Ahmad dalam musnadnya:
Waki’ menceritakan kepada kami, dari Syarik, dari Ali bin Zaid, dari Abu Qilabah, dari Tsauban yang berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّايَاتِ السُّودَ قَدْ جَاءَتْ مِنْ قِبَلِ خُرَاسَانَ، فَأْتُوهَا ؛ فَإِنَّ فِيهَا خَلِيفَةَ اللهِ الْمَهْدِيَّ
“Apabila kalian melihat ada panji-panji hitam datang dari arah Khurasan maka datangilah ia karena di dalamnya ada khalifah Allah Al-Mahdi.”Riwayat Ahmad ini dha’if karena ada Syarik dan Ali bin Zaid, keduanya lemah, tapi masih bisa diperkuat oleh riwayat Khalid Al-Hadzdza` di atas.
Bantahan terhadap Syekh Al-Albani
Syekh Al-Albani memasukkan hadits ini ke dalam kitabnya As-Silsilah Adh-Dha’ifah jilid 1 hal. 195-198, nomor 85 dan mengatakannya munkar.
Alasan Al-Albani melemahkan sanad riwayat ini adalah bahwa Abu Qilabah Abdullah bin Zaid Al-Jurmi dianggap mudallis dan di sini dia melakukan ‘an’anah.
Ini tidak dapat diterima, sebab ‘an’anah Abu Qilabah dari Abu Asma` Ar-Rahabi dari Tsauban di sini adalah ‘an’anah yang kuat, buktinya Muslim menjadikannya sebagai hujjah dalam shahihnya. Lihat hadits nomor 994, kitab Zakat, bab 12: Fadhl An-Nafaqah ‘alal ‘Iyaal, juga nomor 1920. Ini menunjukkan bahwa ‘an’anah Abu Qilabah dari Abu Asma` sesuai syarat Muslim dan itu ekuivalen dengan shahih.
Bahkan, Abu Hatim dengan tegas menyatakan bahwa Abu Qilabah ini tidak dikenal pernah melakukan tadlis sebagaimana yang dinukil oleh anaknya dalam kitab Al-Jarh wa At-Ta’dil juz 5 hal. 58.
Memang, Adz-Dzahabi dalam Al-Mizan mengatakannya sebagai mudallis, tapi dia tak menunjukkan bukti tentang hal itu, hingga akhirnya Al-Hafizh Ibnu Hajar memasukkan nama Abdullah bin Zaid Abu Qilabah Al-Jurmi dalam kitab Thabaqat Al-Mudallisin (hal. 21 nomor 15) sebagai peringkat pertama, artinya tadlisnya tidak berpengaruh pada riwayatnya, sehingga tetap shahih. Wallahu a’lam.
Namun perlu diingat bahwa sebenarnya Al-Albani tidak melemahkan keseluruhan hadits ini terbukti karena dia sendiri mengatakan hadits ini shahih maknanya lalu menyebutkan penguatnya berupa hadits Ibnu Mas’ud. Sepertinya dia hanya mempersoalkan adanya kalimat, “Khalifah Allah Al Mahdi” berpedoman kepada pernyataan Ibnu Taimiyah. Sebenarnya permasalahan penyebutan “khalifah Allah” ini masih menjadi perbedaan pandangan para ulama seperti yang diungkapkan oleh Syekh Bakr Abu Zaid dalam kitabnya, “Mu’jam Al Manahiy Al-Lafzhiyyah” hal. 252- 256.
Yang menarik adalah pandangan Ibnu Al-Qayyim dalam kitab Miftah Dar As-Sa’adah yang dinukil oleh Bakr Abu Zaid,
Saya (Imam Ibnul Qayyim) katakan, jika dimaksudkan untuk penyandaran kepada Allah, bahwa (khalifatullah) adalah pengganti-Nya, maka yang benar (dalam hal ini) adalah pendapat kelompok yang melarangnya. Adapun bila yang dimaksudkan adalah bahwa Allah menjadikannya pengganti bagi orang lain, yakni orang-orang sebelumnya maka penyandaran ini tidak terlarang. Hakikatnya : khalifatullah adalah orang yang menjadikan ia sebagai pengganti terhadap yang lainnya. Maka dari sini terjawablah perkataan Amirul Mukminin (‘Ali radlialallhu ‘anhu) :
(( أُولئك خلفاء الله في أرضه ))
( Mereka adalah para khalifah Allah di buminya.
Takwilan Ibnu Al-Qayyim ini bisa mengkompromikan antara dalil pendapat yang melarang dengan yang membolehkan. Sehingga bisa saja takwilannya disamakan dengan kalimat ruh Allah ketika menyifati Nabi Isa alahis salam.
Kalau sudah begitu, maka tak ada lagi jalan untuk melemahkan hadits Tsauban di atas lantaran ada kalimat yang dianggap munkar di dalamnya.
Perbedaan riwayat antara Abdul Wahhab bin ‘Atha` terhadap Sufyan Ats Tsauri.
Al-Hakim meriwayatkan dalam Al-Mustadrak 4/547, no. 8531:
Al Husain bin Ya’qub bin Yusuf Al-Adl mengabarkan kepada kami, Yahya bin Abu Thalib menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab bin ‘Atha` menceritakan kepada kami, Khalid AL-Hadzdza` memberitakan kepada kami, dari Abu Qilabah, dari Abu Asma`, dari Tsauban ra yang berkata….” Isinya sama dengan di atas.
Di sini Abdul Wahhab meriwayatkan dari Khalid secara mauquf hanya berupa perkataan Tsauban dan ini menyelisihi riwayat Sufyan Ats-Tsauri yang memarfu’nya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Akan tetapi penyelisihan Abdul Wahhab bin ‘Atha` terhadap Sufyan Ats Tsauri jelas tak berarti, karena ketsiqahan Sufyan jauh melampaui Abdul Wahhab. Abdul Wahhab sendiri diberikan predikat oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib “shaduq ada kemungkinan salah”. Maka jelaslah riwayat Sufyan yang diunggulkan.
Selain hadits Tsauban ada pula hadits dari Abu Hurairah dan dari Ibnu Mas’ud yang juga menyebutkan tentang kedatangan pasukan panji hitam ini dari daerah Khurasan yang akan menjadi penyokong Imam Mahdi di akhir zaman untuk kemudian berperang melawan Dajjal. Tapi riwayat-riwayat tersebut semuanya lemah, dan hanya hadits Tsauban di ataslah –sepanjang pengetahuan saya- yang shahih.
Merekalah generasi terakhir Tha`ifah Manshurah yang dijanjikan Rasulullah akan ada di setiap zaman. Banyak tesis dan analisa bahwa pasukan ini akan keluar dari Afghanistan atau Kaukasus, karena kata Khurasan meliputi daerah-daerah tersebut termasuk Iran, apakah mereka Taliban atau mujahidin Kaukasus? Terlalu dini menyimpulan demikian, tapi tak mengapalah kalau sekadar harapan. Wallahu a’lam.
Catatan kaki
[1] Taqrib At-Tahdzib 2/98, no. 7193.
[2] Taqrib At-Tahdzib 1/38, no. 145.
[3] At-Taqrib 1/183, no. 1840, Tahdzib Al-Kamal 8/177, no. 1655.
[4] Al Jarh wa At-Ta’dil 5/57-58.
[5] Taqrib At-Tahdzib 1/331, no. 3690.
[6] Ats-Tsiqaat oleh Ibnu Hibban 5/2-5, no. 3561.
[7] Ats-Tsiqaat oleh Al-Ijli 2/30, no. 888.
[8] Taqrib At-Tahdzib 1/497, no. 5747, Tahdzib Al-Kamal 22/223, no. 4445.
Ustadz Anshari Taslim